in ,

Moderna Rilis Hasil Uji Klinis Vaksin COVID-19 Tahap Awal: Vaksin Merespons Kekebalan Pada Pasien Lansia

Vaksin eksperimental Moderna mengandung materi genetik yang disebut messenger RNA, atau mRNA.

CakapCakapCakap People! Vaksin COVID-19 potensial Moderna menghasilkan respons kekebalan yang menjanjikan pada pasien lansia dalam uji klinis tahap awal. Demikian diumumkan perusahaan bioteknologi itu pada hari Rabu, 26 Agustus 2020.

Perusahaan menguji vaksinnya pada 10 orang dewasa dengan rentang usia antara 56 hingga 70 dan 10 orang dewasa lanjut usia 71 tahun ke atas, kata Moderna. Setiap peserta menerima dua dosis 100 mikrogram vaksin selama 28 hari.

Melansir CNBC, Kamis, 27 Agustus 2020, para sukarelawan menghasilkan antibodi penawar yang menurut para peneliti diperlukan untuk membangun kekebalan terhadap virus dan sel-T, kata Moderna dalam rilis hasil uji klinis tahap awal itu yang belum dipublikasikan dalam jurnal peer-review. Selain itu, antibodi yang dihasilkan lebih tinggi daripada yang terlihat pada orang yang telah pulih dari COVID-19.

Vaksin tersebut juga tampaknya dapat ditoleransi dengan baik, tanpa kejadian buruk yang serius dilaporkan, kata perusahaan itu. Beberapa pasien melaporkan kelelahan, menggigil, sakit kepala dan nyeri di tempat suntikan, meskipun sebagian besar gejala hilang dalam dua hari, kata perusahaan itu.

FOTO FILE: Sebuah papan nama menandai markas Moderna Therapeutics, yang mengembangkan vaksin COVID-19, di Cambridge, Massachusetts, AS, 18 Mei 2020. [Foto: REUTERS / Brian Snyder]

Vaksin dari Moderna adalah salah satu dari beberapa kandidat yang sedang dikembangkan untuk melawan virus corona, yang telah menginfeksi lebih dari 23,9 juta orang di seluruh dunia dan menewaskan sedikitnya 820.100, menurut data yang dihimpun oleh Universitas Johns Hopkins.

Ada lebih dari 170 vaksin yang sedang dikembangkan di seluruh dunia, menurut Organisasi Kesehatan Dunia(WHO). Setidaknya 31 vaksin sedang dalam uji klinis, kata WHO.

Vaksin eksperimental Moderna mengandung materi genetik yang disebut messenger RNA, atau mRNA, yang diharapkan para ilmuwan memprovokasi sistem kekebalan untuk melawan virus. Pada bulan Mei, perusahaan merilis data awal yang menunjukkan vaksin tersebut menghasilkan antibodi pada 45 orang dewasa yang sehat.

Para ilmuwan sebelumnya telah memperingatkan bahwa studi fase satu itu kecil, dan hasilnya mungkin berbeda untuk populasi lain, termasuk orang tua yang umumnya memiliki respons kekebalan yang lebih lemah. Data terbaru pada hari Rabu, 26 agustus 2020, ini kemungkinan akan meningkatkan harapan bahwa akan ada vaksin yang aman dan efektif untuk mencegah COVID-19 pada akhir tahun atau awal 2021.

Bulan lalu, Moderna sudah memulai uji coba tahap ketiga untuk menguji seberapa aman dan efektif vaksin mereka pada 30.000 orang dan hasilnya diharapkan paling cepat dikeetahui pada Oktober. Perusahaan tersebut mengatakan akan menyelesaikan pendaftaran untuk uji coba fase tiga pada bulan September.

Moderna membanderol vaksin mereka seharga 32 dolar AS hingga 37 dolar AS per dosis vaksin COVID-19 untuk beberapa pelanggan, di bawah “harga pandemi” yang lebih murah, katanya awal bulan ini. Saat itu, perusahaan mengatakan sedang mendiskusikan kesepakatan jumlah yang lebih besar yang akan memiliki harga yang lebih murah.

Seorang relawan di Brasil menerima suntikan vaksin COVID-19. [Foto: AFP]

Awal bulan ini, Presiden Donald Trump mengumumkan pemerintah AS akan membeli 100 juta dosis vaksin Moderna dalam kesepakatan senilai 1,53 miliar dolar AS. AS telah menginvestasikan 955 juta dolar AS dalam pengembangan vaksin Moderna, sehingga total investasinya mencapai hampir 2,5 miliar dolar AS.

Meskipun ada harapan para ilmuwan akan menemukan vaksin yang aman dan efektif, tetapi itu bukan jaminan, kata para ilmuwan. Mereka memperingatkan bahwa masih ada pertanyaan tentang bagaimana tubuh manusia merespons setelah terinfeksi virus.

Satu pertanyaan di antara para ilmuwan adalah apakah antibodi yang diproduksi sebagai respons terhadap COVID-19 menawarkan perlindungan agar tidak terinfeksi lagi.

Para ilmuwan berharap bahwa antibodi memberikan beberapa tingkat perlindungan terhadap penularan COVID-19, tetapi mereka belum dapat mengatakannya secara pasti sejak virus corona pertama kali ditemukan kurang dari delapan bulan lalu. Peneliti Hong Kong pada hari Senin melaporkan kasus infeksi ulang COVID-19 pertama yang dikonfirmasi, yaitu seorang pria yang pertama kali terinfeksi oleh virus pada akhir Maret dan kemudian, empat setengah bulan kemudian, tampak terinfeksi virus lagi.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

Baru Menjabat Empat Bulan, Kevin Mayer Mengundurkan Diri Sebagai CEO TikTok

Terjadi Lonjakan Kasus COVID-19 Tertinggi Sejak Maret, Korea Selatan Desak Karyawan Kerja dari Rumah