in ,

Inilah Kisah Perjuangan Para Siswa Indonesia Meraih Prestasi Dunia, Mulai dari Astronomi hingga Obat Kanker

Raihan prestasi di panggung dunia dilalui oleh para siswa Indonesia dengan tidak mudah.

CakapCakapCakap People! Setahun yang lalu, Hilmi Nuruzzaman harus memohon kepada orang tuanya agar mengizinkannya untuk ambil bagian dalam olimpiade astronomi di tingkat provinsi.

Saat itu, Hilmi sedang menderita demam berdarah, tetapi orang tuanya akhirnya mengizinkannya pergi ke tempat kompetisi di Anyer, Banten, menggunakan ambulans rumah sakit dengan infus yang masih menempel di lengannya.

Siswa sekolah menengah atas negeri Islam MAN Insan Cendekia di Serpong, Tangerang Selatan ini, lolos seleksi ke tingkat nasional.

Para siswa sekolah menengah atas ini telah meraih penghargaan internasional dengan perhitungan astronomisnya yang mengesankan, glukometer noninvasif dan teh herbal yang dapat membantu menyembuhkan kanker. (Foto: The Jakarta Post / Kompas.com / Googlesciencefair.com)

“Ketekunan dan ketulusannya inilah yang membuatnya lulus setiap tahap kompetisi,” kata kepala sekolah MAN Insan Cendekia, Persahini Sidik dalam sebuah wawancara baru-baru ini.

Sebagai peraih medali emas absolut kompetisi nasional — penghargaan yang diberikan kepada peserta dengan nilai tertinggi baik pada ujian tertulis dan praktik — Hilmi adalah satu dari lima siswa sekolah menengah Indonesia yang dipilih untuk bersaing di Olimpiade Internasional Astronomi dan Astrofisika 2019 ke-13 di Keszthely , Hongaria, dari 2 hingga 10 Agustus 2019.

Hilmi meraih medali perak di kompetisi perorangan di antara 260 siswa dari 47 negara dan mendapatkan medali perunggu untuk kompetisi tim atau kelompok, di mana tim terdiri dari enam siswa dari berbagai negara.

Astronom masa depan: Hilmi Nuruzzaman menunjukkan medali perak dan perunggu yang dimenangkannya di Olimpiade Internasional Astronomi dan Astrofisika ke-139 di 2019 di Keszthely, Hongaria. (Foto: Dhoni Setiawan / The Jakarta Post).

“Astronomi dan astrofisika sebenarnya adalah ilmu yang rumit yang membutuhkan kefasihan matematika dan fisika,” kata Hilmi, siswa Kelas 12, yang berusia 17 tahun pada Juni lalu dan sekarang berencana untuk menjadi programmer atau analis data di masa depan.

Siswa lain dari sekolah itu juga ambil bagian dalam olimpiade tahun ini dan memenangkan perunggu di bidang ekonomi, tetapi sebenarnya telah lulus sebelum kompetisi dimulai.

“Hilmi adalah peraih medali termuda dalam sejarah sekolah kami,” kata Persahini.

Sebagai pecinta grafik bintang sejak dia muda, Hilmi mendaftar untuk kelas persiapan olimpiade sains di sekolah pada awal tahun SMA-nya.

Dalam tahun yang sama, Hilmi melewati tahap kualifikasi pertama di tingkat kota Tangerang Selatan, yang menurut Persahini adalah kompetisi yang ketat seperti Olimpiade Internasional itu sendiri.

“Semua sekolah yang berpartisipasi di Tangerang Selatan adalah peraih medali. Kami berterima kasih kepada para guru sekolah dan tutor nasional untuk prestasi siswa kami terlepas dari keterbatasan fasilitas yang kami miliki di sini.”

“Kemenangan pada bulan Agustus adalah hadiah untuk tahun kemerdekaan negara ke-74,” kata Persahini.

Siswa sekolah menengah atas Indonesia lainnya juga baru-baru ini menerima penghargaan internasional atas pencapaian mereka dalam sains.

Celestine Wenardy, 16 tahun, adalah salah satu dari lima penerima penghargaan di Google Science Fair 2019.

Glukometer non-invasif yang terjangkau yang dikembangkannya membuatnya memenuhi syarat untuk menerima Virgin Pioneer Galactic Award dan beasiswa senilai USD15.000.

“Saya telah mengembangkan glukometer kontinu non-invasif yang belum pernah ada sebelumnya yang memungkinkan pemantauan berkala konsentrasi glukosa darah tanpa mengambil darah,” tulis siswa Kelas 10 dari British School Jakarta dalam ringkasan penemuannya di googlesciencefair.com.

Menyadari betapa banyak orang Indonesia, terutama di daerah pedesaan, takut jarum suntik, Celeste menciptakan perangkat atau alat, yang diklaim sangat akurat meskipun biaya produksinya rendah.

Juga baru-baru ini, sebuah tim yang terdiri dari tiga siswa SMA Negeri 2 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, menjadi berita utama setelah meraih medali emas di the 8th World Invention Creativity Olympic 2019 di Seoul, Korea Selatan.

Para siswa itu adalah Yazid, Anggina Rafitri dan Aysa Aurealya Maharani, mengembangkan teh herbal yang mereka buat dari kayu bajakah – tanaman endemik hutan Kalimantan – yang dapat membantu menyembuhkan kanker.

Tiga siswa dari Palangkaraya, Kalimantan Tengah (dari kiri) Yazid, Anggina Rafitri dan Aysa Aurealya Maharani mengembangkan teh herbal dari pohon bajakah yang dapat membantu menyembuhkan kanker. (Foto: Kurnia Tarigan / Kompas.com)

Dengan bantuan guru biologi mereka, Herlita Gusran, mereka memulai penelitian pada tahun 2017 untuk meneliti ramuan leluhur keluarga Yazid, yang menurut Yazid, telah digunakan untuk menyembuhkan kanker.

Karena saat ini banyak orang mengunjungi Palangkaraya untuk bertemu dengan para siswa dan mencari pohon bajakah, maka pemerintah provinsi akan segera mengajukan hak paten bajakah dan penggunaannya.

THE JAKARTA POST

Comments

2 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

Banyak yang Tak Tahu, Ternyata Ada Banyak Manfaat Berolahraga Saat Haid Lho!

Kena Cacar Air? Ini Cara Alami Hilangkan Bekas Lukanya!