in

Ternyata Putus Cinta Ada Versi Ilmiahnya, Inilah Fakta-faktanya!

Ketika putus cinta, tentu saja itu akan menyakitkan secara rasa, tergantung bagaimana setiap orang menyikapinya.

CakapCakapCakap People! Jalinan kisah asmara kadang memang tak selalu seindah dan semanis harapan, dan saat itu terjadi, pada akhirnya harus merasakan yang namanya kegagalan alias putus cinta. Ketika putus cinta, tentu saja itu akan menyakitkan secara rasa, tergantung bagaimana setiap orang menyikapinya. 

Pernahkah kamu mendengar bagaimana versi ilmiah putus cinta? Ya, ternyata putus cinta pun ada versi ilmiahnya loh.

Bagaimana tanggapan orang tergantung pada faktor-faktor yang mereka rasakan mengenai hubungan, dampak terhadap citra mereka, dan reaksi pasangan di media sosial. Berikut fakta-fakta mengenai putus cinta versi Live Science yang dilansir dari TEMPO:

1. Bisa diprediksi

Kita baru sadar hubungan telah berakhir ketika putus. Padahal teman-teman sudah bisa tahu terlebih dulu. Perjalanan asmara yang penuh riak membuat orang lain dengan mudah memprediksi hubungan tersebut bakal kandas

2. Identitas hilang

Semakin intim hubungan pasangan, semakin hilang identitas masing-masing. Begitu laporan di jurnal Personality and Social Psychology Bulletin pada 2010. Serangkaian penelitian membuktikan bahwa putus cinta bisa membuat seseorang kehilangan identitas diri dan mengambang.

3. Tinggal di rumah itu sehat

Menghabiskan banyak waktu di rumah setelah putus ternyata berdampak baik. Nikmatilah waktu dengan menyantap makanan enak, menonton televisi, dan bermalas-malasan. Sekilas cara ini terlihat tak sehat tapi sangat membantu proses pemulihan perasaan.

4. Jangan terlalu menenggelamkan diri

Tinggal di rumah dan bermalas-malasan boleh-boleh saja, tapi jangan terlalu banyak. Apalagi bila yang dikerjakan hanya mengecek status media sosial mantan. Menurut sebuah penelitian terhadap 500 mahasiswi, mereka yang menghabiskan banyak waktu dengan mengecek status Facebook mantan lebih rentan terserang stres dan rasa kehilangan. 

Hasil penelitian ini dimuat di jurnal Cyberpsychology, Behavior and Social Networking pada September 2012. Akan tetapi, memutuskan pertemanan dengan mantan bisa menjadi bumerang karena justru akan meningkatkan rasa penasaran dan semakin ingin tahu soal dia.

5. Sulit melupakan

Bila kita tak kuat dengan dampak putus, jangan menyiksa diri. Peyangkalan sisi romantis tak seperti kecanduan, begitu kata penelitian yang dimuat di Journal of Neurophysiology pada 2010. Menurut para peneliti, banyak orang yang mengaku masih sayang pada mantan mereka. Contohnya ketika para peneliti membakar foto mantan seseorang.

Dari hasil pindai otak diketahui area di otak orang tersebut yang disebut ventral tegmental dan berada di tengah langsung teraktivasi. Area ini akan teraktivasi bila seseorang sedang kasmaran. Tapi ingat, jangan mau hanya diperdaya oleh otak. Ikuti juga kata hati untuk melupakan mantan.

6. Dibedakan oleh jenis kelamin

Setiap orang mungkin pernah merasakan patah hati, tapi seberapa besar dampaknya tergantung jenis kelamin. Perempuan diklaim lebih emosional dan merasakan sakit lebih mendalam dibanding lawan jenis. Begitu menurut laporan di Evalutionary Behavioral Sciences pada 2015. Contohnya, dari nilai 10, rata-rata nilai rasa kehilangan perempuan adalah 6,84 sedangkan laki-laki 6,58. Penelitian melibatkan lebih dari 5.000 orang dari 96 negara, termasuk pecinta sesama jenis.

7. Tak seburuk yang kita pikirkan

Kita sering berpikir betapa beratnya putus cinta. Padahal itu hanya karena reaksi kita yang berlebihan. Banyak orang yang mampu bangkit dua kali lebih cepat dari yang mereka perkirakan sebelumnya dan mereka tidak merasa sangat terpuruk seperti yang dikhawatirkan semula. Begitu kata penelitian yang dimuat di Journal of Experimental Social Psychology pada 2008.

Comments

One Ping

  1. Pingback:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

Aksi Protes di Hong Kong Picu Pengguna Baru Aplikasi Telegram Melonjak Tinggi

Mengenakan Pakaian Adat Sasak, Presiden Joko Widodo Menyampaikan Pidato Kenegaraan Tentang “Indonesia Sentris”