in ,

Kuasa Hukum: Penahanan Aung San Suu Kyi di Myanmar Diperpanjang Hingga 17 Februari 2021

Kudeta 1 Februari 2021 dan penangkapan Suu Kyi serta beberapa orang lainnya telah memicu protes terbesar di Myanmar dalam lebih dari satu dekade.

CakapCakapCakap People! Penahanan pemimpin Myanmar yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, diperpanjang hingga Rabu, 17 Februari 2021. Padahal sebelumnya diperkirakan bahwa penahanan Suu Kyi berakhir pada Senin, 15 Februari 2021. Demikian disampaikan kuasa hukum Suu Kyi kepada media, ketika pengunjuk rasa mulai berkumpul lagi untuk menuntut pembebasannya dan diakhirinya kekuasaan militer.

Reuters melaporkan, Senin, 15 Februari 2021, pasukan keamanan di Myanmar mengerahkan kendaraan lapis baja di kota-kota besar selama dua pekan ini setelah militer menggulingkan pemerintah Suu Kyi dan menahannya atas tuduhan mengimpor enam radio walkie-talkie secara ilegal.

Penahanan Suu Kyi berakhir pada Senin, tetapi kuasa hukumnya, Khin Maung Zaw, mengatakan kepada media, bahwa seorang hakim di pengadilan di ibu kota, Naypyitaw, mengatakan Suu Kyi akan ditahan hingga Rabu, 17 Februari 2021.

“Apakah itu adil atau tidak, Anda bisa memutuskan sendiri,” kata Khin Maung Zaw.

Kuasa hukum Suu Kyi juga masih berusaha untuk menemuinya, sejalan dengan hukum.

Kuasa hukum pemimpin Myanmar yang digulingkan Aung San Suu Kyi mengatakan bahwa pihaknya masih berusaha untuk menemui Suu Kyi, sejalan dengan hukum. FOTO: EPA-EFE

Seorang anggota tim kuasa hukum mengatakan bahwa hakim telah berbicara dengan Suu Kyi melalui konferensi video dan memintanya untuk menggunakan kuasa hukum.

Kudeta 1 Februari 2021 dan penangkapan Suu Kyi serta beberapa orang lainnya telah memicu protes terbesar di Myanmar dalam lebih dari satu dekade.

Ratusan ribu orang telah turun ke jalan di seluruh negeri selama 10 hari terakhir mengecam kudeta tersebut, yang menggagalkan transisi tentatif negara Asia Tenggara itu menuju demokrasi, dan menyerukan pembebasan Suu Kyi.

Kerusuhan telah menghidupkan kembali ingatan akan pecahnya pertentangan berdarah pada hampir setengah abad pemerintahan langsung militer, yang berakhir ketika militer memulai proses penarikan diri dari politik sipil pada tahun 2011.

Kekerasan kali ini dibatasi tetapi pada hari Minggu, polisi melepaskan tembakan untuk membubarkan pengunjuk rasa di pembangkit listrik di Myanmar utara meskipun tidak jelas apakah mereka menggunakan peluru karet atau peluru tajam dan tidak ada kabar tentang korban.

Selain demonstrasi di seluruh negeri, militer menghadapi pemogokan oleh pegawai pemerintah, bagian dari gerakan pembangkangan sipil yang melumpuhkan banyak fungsi pemerintahan.

Lebih dari selusin truk polisi dengan empat kendaraan water cannon dikerahkan pada hari Senin di dekat Pagoda Sule di pusat Yangon, yang telah menjadi salah satu lokasi demonstrasi utama di ibu kota komersial, ketika kelompok pengunjuk rasa mulai berkumpul dengan damai di luar bank sentral dan Kedutaan Besar China.

Di bank, beberapa ratus pengunjuk rasa mengangkat tanda yang menyerukan rekan-rekannya untuk bergabung dengan CDM – gerakan pembangkangan sipil – dan menyatakan penolakan mereka untuk menerima kudeta.

Sebuah kendaraan lapis baja dan sekitar enam truk yang membawa tentara diparkir di dekatnya, kata seorang saksi mata.

Media lokal menunjukkan pengunjuk rasa berkumpul di ibu kota, Naypyitaw, banyak yang membawa foto Suu Kyi dengan pesan: “kami ingin pemimpin kami”.

Suu Kyi, 75 tahun, memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1991 karena mengkampanyekan demokrasi dan menghabiskan hampir 15 tahun dalam tahanan rumah.

Pemerintah dan tentara tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar oleh Reuters.

Tentara duduk di atas kendaraan militer lapis baja di Yangon pada Minggu, 14 Februari 2021. [FOTO: NYTIMES]

Tak lama setelah tengah malam, warga di Myanmar melaporkan pemadaman internet hingga sekitar pukul 09.00 pagi, Senin.

Pada hari-hari awal setelah kudeta, internet terputus di seluruh Myanmar.

Kedutaan besar Barat – dari Uni Eropa, Inggris, Kanada dan 11 negara lainnya – mengeluarkan pernyataan pada Minggu malam yang menyerukan agar pasukan keamanan Myanmar untuk “menahan diri melakukan kekerasan terhadap para demonstran dan warga sipil, yang memprotes penggulingan pemerintah sah mereka”.

Amandemen KUHP menetapkan hukuman penjara 20 tahun karena menghasut kebencian terhadap pemerintah atau militer atau menghalangi pasukan keamanan yang terlibat dalam menjaga stabilitas negara.

Menghalangi pasukan keamanan dalam menjalankan tugasnya dapat dihukum tujuh tahun penjara sementara menyebarkan ketakutan, berita palsu atau agitasi terhadap pegawai pemerintah mendapat tiga tahun, menurut amandemen yang diposting di situs militer.

Junta telah memerintahkan pegawai negeri kembali bekerja, dan mengancam akan bertindak.

Dalam tanda gangguan terbaru oleh para pekerja, Departemen Penerbangan Sipil mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa banyak staf telah berhenti bekerja sejak 8 Februari, menyebabkan penundaan penerbangan.

Beberapa kereta juga berhenti beroperasi, media melaporkan.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

Berikut 5 Gempa Kembar yang Pernah Melanda Indonesia, Salah Satunya Baru Saja Terjadi

Australia Tangguhkan Travel Bubble Dengan Selandia Baru saat Auckland Lockdown