in

Para Ilmuwan Konfirmasi Terjadi Pencairan Es Secara Dramatis di Greenland

Angka menunjukkan bahwa pada bulan Juli 2019 saja permukaan es turun sebesar 197 gigaton — setara dengan sekitar 80 juta kolam renang Olimpiade.

CakapCakapCakap People! Para peneliti mengonfirmasi adanya pencairan dramatis lapisan es di Greenland pada musim panas 2019. Penelitian itu mengungkapkan bahwa pencairan itu sebagian besar disebabkan oleh tekanan tinggi pada zona tersebut yang terus-menerus terjadi di wilayah tersebut.

Melansir The Guardian, Jumat, 17 April 2020, lapisan es mencair pada tingkat rekor pada 2019, dan jauh lebih cepat dari rata-rata dekade sebelumnya. Angka menunjukkan bahwa pada bulan Juli 2019 saja permukaan es turun sebesar 197 gigaton — setara dengan sekitar 80 juta kolam renang Olimpiade.

Ngarai air mencair di lapisan es Greenland. [Foto: Ian Joughin / University of Washington / PA]

Saat ini para ahli telah memeriksa faktor yang mendorong tingkat peleburan secara lebih rinci. Menurut catatan tim, kondisi tekanan tinggi ini berlangsung selama 63 hari dari 92 hari musim panas pada 2019, dibandingkan dengan rata-rata hanya 28 hari antara tahun 1981 hingga 2010. Situasi yang serupa terlihat pada 2012, rekor tahun yang buruk pencairan lapisan es.

Tim Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) belum memperhitungkan kondisi yang tidak biasa seperti itu. Jika zona tekanan tinggi seperti itu menjadi fitur tahunan biasa, pencairan di masa depan bisa dua kali lebih tinggi dari perkiraan saat ini. Akibatnya, bisa memiliki konsekuensi serius bagi kenaikan permukaan laut.

“Peristiwa pencairan ini adalah sinyal alarm yang baik bagi kita untuk mengubah cara hidup agar menahan pemanasan global,” kata asisten penulis penelitian dari University of Liege, Dr Xavier Fettweis.

Meski begitu, IPCC optimistis hal serupa tidak terjadi di Kutub Utara. Dr Xavier menambahkan bahwa kondisi atmosfer tidak mungkin turun ke variabilitas iklim alami dan dapat didorong oleh pemanasan global.

Di dalam jurnal Cryosphere, Fettweis dan rekannya Marco Tedesco dari Lamont-Doherty Earth Observatory di Universitas Columbia, melaporkan model iklim dan pola cuaca global untuk mengeksplorasi pencairan permukaan lapisan es terakhir. Laporan itu berdasarkan data satelit.

Ilustrasi. [Foto: Pixabay]

Di antara temuan mereka, tim melaporkan hampir 96 persen lapisan es mengalami pencairan pada satu waktu di 2019, dibandingkan dengan rata-rata lebih dari 64 persen antara 1981 dan 2010. Pasangan ini juga menemukan pencairan pada musim panas 2019 itu menghasilkan sekitar 560 gigaton air lelehan. Sementara, jumlah es yang didapat dari hujan dan salju hanya 54 gigaton per tahun (sebelumnya 320 gigaton per tahun).

Ahli glasiologi di Scott Polar Research Institute University of Cambridge, Dr Poul Christoffersen, menyambut baik penelitian ini. Dia mencatat hanya pada 2012 yang memiliki limpasan air lelehan tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.

“Jelas, ini menunjukkan bahwa peristiwa pencairan ekstrem menjadi jauh lebih sering. Pencairan ekstrem ini dapat dilihat sebagai perubahan iklim,” kata dia.

Sementara itu, Profesor Andy Shepherd dari University of Leeds juga mengatakan bahwa  penurunan keseimbangan massa permukaan sangat memprihatinkan. 

One Comment

Leave a Reply

One Ping

  1. Pingback:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Riset Harvard: Social Distancing Harus Diterapkan Hingga 2022 Cegah Virus Corona

COVID-19: Pasangan Lansia Ini Rayakan Ultah Pernikahan Emasnya dengan Saling Berpegangan Tangan di Tempat Tidur Rumah Sakit