in ,

BPOM: Uji Klinis ‘Obat COVID-19 Pertama di Dunia’ yang Dikembangkan Universitas Airlangga Belum Valid

Menurut BPOM, uji klinis tersebut belum memenuhi protokol BPOM dalam pengacakan subjek uji, termasuk variasi keparahan gejala.

CakapCakap – Cakap People! Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan potensi pengobatan COVID-19 yang sedang dikembangkan oleh Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur, memerlukan uji klinis tambahan.

Kepala BPOM Penny Kusumawati Lukito mengatakan bahwa setelah memeriksa uji klinis obat — yang dikembangkan bekerja sama dengan TNI Angkatan Darat Indonesia dan Badan Intelijen Negara (BIN) — pada 28 Juli, badan tersebut menemukan beberapa temuan penting yang memengaruhi validitas tes.

Menurut BPOM, uji klinis tersebut belum memenuhi protokol BPOM dalam pengacakan subjek uji, termasuk variasi keparahan gejala.

“Penelitian itu perlu dilakukan secara acak agar lebih mewakili penduduk Indonesia,” kata Penny, Rabu, 19 Agustus 2020, seperti dilaporkan The Jakarta Post.

Sebotol pil Hydroxychloroquine di konter Rock Canyon Pharmacy di Provo, Utah, pada 20 Mei 2020. [Foto: AFP / George Frey]

Obat yang diuji juga diberikan kepada pasien asimtomatik COVID-19, sedangkan protokol BPOM menyatakan bahwa obat yang diuji harus diberikan kepada pasien dengan gejala ringan, sedang, dan berat.

Penny menambahkan bahwa uji coba tidak menunjukkan hasil yang signifikan, dengan efek obat yang serupa dengan pengobatan yang ada yang digunakan untuk mengobati pasien COVID-19.

BPOM juga meminta para peneliti untuk mencatat kemungkinan efek samping dalam tes di masa depan, mengingat obat tersebut mengandung kombinasi sejumlah obat kuat.

Rektor Universitas Airlangga M. Nasih sebelumnya menyebut potensi obat dalam perkembangannya sebagai “obat COVID-19 pertama” di dunia. Obat itu merupakan kombinasi obat-obatan yang sudah ada, yaitu lopinavir / ritonavir dan azitromisin, lopinavir / ritonavir dan doksisiklin dan hidroksikloroquin dan azitromisin.

Namun, para ahli kesehatan meminta masyarakat untuk tidak terlalu berharap, karena ketiga kombinasi obat tersebut telah dimasukkan dalam daftar pengobatan COVID-19 potensial yang menjalani uji klinis yang diprakarsai oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur. [Foto: Istimewa]

Sementara tim peneliti belum menanggapi laporan BPOM, Penny mengatakan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa telah mengakui temuan badan tersebut karena ia mendukung upaya untuk melanjutkan uji klinis dan memastikan kemanjuran obat.

Secara terpisah, Wakil Kepala Bidang Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto mengatakan, tim riset dan pengembangan berkomitmen untuk menindaklanjuti rekomendasi BPOM.

“Kami belum menyampaikan perkembangan baru karena perlu waktu untuk melakukan koreksi yang diperlukan,” kata Wawan, Rabu, 19 Agustus 2020.

“Kami selalu berhubungan [dengan BPOM] karena kami tidak dapat melanjutkan ke tahap selanjutnya jika kami tidak memenuhi persyaratan mereka.”

Tim peneliti berharap dapat menyelesaikan obat tersebut secepat mungkin sesuai dengan protokol yang ada.

Penny menambahkan, penelitian obat sudah biasa mendapat koreksi dari BPOM sebelum disahkan dan mendapat izin edar.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

Sah Didekap Label Mancanegara, Weird Genius Ancang-ancang Go Internasional

Bakal Rilis Lagu Berbahasa Inggris ‘Dynamite’ Pada 21 Agustus Besok, BTS Ungkap Alasan Pakai Bahasa Inggris!