in ,

Turki: Kantor Media Presiden Erdogan Berhenti Pakai WhatsApp Mulai 11 Januari 2021

Menyusul pembaruan paksa WhatsApp dalam kebijakan privasinya minggu ini, pengguna di Turki telah menolaknya di Twitter dengan tagar #DeletingWhatsapp.

CakapCakapCakap People! Kantor media Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa pihaknya berhenti menggunakan WhatsApp setelah aplikasi perpesanan itu bergerak untuk mewajibkan para penggunanya menyetujui kebijakan privasi baru yang kontroversial.

Al-Jazeera melaporkan, dalam pernyataan yang dibuat melalui WhatsApp pada hari Minggu, 10 Januari 2021, pejabat kepresidenan mengatakan bahwa kantor media kepresidenan Turki sekarang akan memberikan update informasi untuk wartawan melalui BiP, sebuah unit perusahaan komunikasi Turki Turkcell, mulai Senin, 11 Januari 2021.

Menyusul pembaruan paksa WhatsApp dalam kebijakan privasinya minggu ini, pengguna di Turki telah menolaknya di Twitter dengan tagar #DeletingWhatsapp.

Menurut media pemerintah Turki yang mengutip Turkcell, BiP memperoleh lebih dari 1,12 juta pengguna hanya dalam 24 jam, dengan lebih dari 53 juta pengguna di seluruh dunia.

Foto: Andrew Harrer / Bloomberg

Perubahan kebijakan privasi yang dilakukan terhadap persyaratan dan layanan WhatsApp akan berlaku mulai 8 Februari 2021. WhatsApp akan berbagi data para penggunanya dengan perusahaan induk mereka yaitu Facebook dan anak perusahaan lainnya.

Dengan kebijakan privasi terbaru itu, para pengguna WhatsApp wajib menyetujui persyaratan baru mereka agar dapat tetap menggunakan aplikasi perpesanan tersebut setelah batas waktu. Jika pengguna tidak menyetujui, maka tidak akan lagi bisa menggunakannya.

Perubahan aturan privasi WhatsApp itu tidak berlaku untuk para pengguna di Inggris Raya dan Uni Eropa.

Pada hari Sabtu, 9 Januari 2021, Ali Taha Koc, Kepala Kantor Transformasi Digital Kepresidenan Turki, mengkritik persyaratan layanan baru WhatsApp dan pengecualian dari aturan berbagi data baru untuk pengguna di Inggris Raya dan Uni Eropa.

Dia meminta warga Turki untuk menggunakan aplikasi “nasional dan lokal” seperti BiP dan Dedi.

“Perbedaan antara negara anggota UE dan lainnya dalam hal privasi data tidak dapat diterima! Seperti yang telah kami kutip dalam Pedoman Keamanan Informasi dan Komunikasi, aplikasi asal asing menanggung risiko signifikan terkait keamanan data, ”kata Koc dalam tweet.

“Karena itulah kami perlu melindungi data digital kami dengan perangkat lunak lokal dan nasional dan mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan kami. Jangan lupa bahwa data warga Turki akan tetap ada di Turki berkat solusi lokal dan nasional. ”

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan saat berbicara pada rapat kabinet di Ankara Turki, Senin, 10 Agustus 2020. [Foto: Turkish Presidency via AP, Pool]

Aturan baru

WhatsApp mengatakan bahwa dalam persyaratan yang diperbarui itu akan memungkinkan membagikan informasi data tambahan para pengguna antara WhatsApp dan Facebook dan aplikasi lain seperti Instagram dan Messenger. Data pengguna yang mereka bagikan di antaranya seperti kontak dan data profil tetapi bukan konten pesan yang tetap dienkripsi.

Facebook bertujuan untuk memonetisasi WhatsApp dengan mengizinkan pihak ketiga atau bisnis untuk menghubungi klien mereka melalui platform dan menjual produk kepada para pengguna secara langsung menggunakan layanan, seperti yang sudah mereka lakukan di India.

Facebook mendapat tekanan yang meningkat dari regulator saat mencoba mengintegrasikan layanannya.

Pada tahun 2017, Uni Eropa mendenda raksasa media sosial AS itu sebesar 110 juta euro (kemudian US$ 120 juta) karena memberikan informasi yang tidak benar dan menyesatkan tentang pengambilalihan WhatsApp tahun 2014 mengenai kemampuan untuk menautkan akun di antara layanan tersebut.

Regulator federal dan negara bagian di AS menuduh Facebook menggunakan akuisisi WhatsApp dan Instagram untuk menghancurkan persaingan dan mengajukan tuntutan hukum antimonopoli bulan Desember 2020 lalu yang bertujuan untuk memaksa perusahaan untuk divestasi dari mereka.

Pada November 2020, Turki mendenda perusahaan media sosial global, termasuk Facebook, Twitter dan Instagram, masing-masing 10 juta lira (US$ 1,18 juta) karena tidak mematuhi undang-undang media sosial yang baru.

Undang-undang baru di Turki, yang mulai berlaku pada bulan Oktober 2020 itu, mengharuskan platform dengan lebih dari satu juta pengguna harian di Turki untuk menunjuk perwakilan yang bertanggung jawab ke pengadilan Turki, mematuhi perintah untuk menghapus konten yang “menyinggung” dalam waktu 48 jam dan menyimpan data pengguna di dalam Turki.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

Berlaku Mulai Hari Ini Hingga 25 Januari 2021, Ini Aturan Pelaksanaan PPKM / PSBB Jawa-Bali dari Kemendagri

Jepang Deteksi Varian Baru Virus Corona dari Empat Pelancong asal Brasil