in ,

Ribuan Pasien COVID-19 yang Sembuh Masih Rasakan Gejala Menetap, Inilah Sejumlah Kisah Mereka!

Gejala yang dialami bervariasi, mulai dari demam, kabut otak, kehilangan memori, mimisan, sesak napas, kehilangan pengelihatan, dan lainnya.

CakapCakapCakap People! COVID-19 belum berakhir meski para pasien itu dinyatakan sudah sembuh. Ribuan dari mereka yang pernah terjangkit virus corona dilaporkan masih tidak bisa menghilangkan gejalanya – bahkan berbulan-bulan setelah mereka didiagnosis. Gejala yang dialami bervariasi, mulai dari demam, kabut otak, kehilangan memori, mimisan, sesak napas, kehilangan pengelihatan, dan lainnya.

Business Insider berbicara pada 80 orang yang memiliki gejala menetap tersebut. Sementara kasus COVID-19 terus bertambah di banyak negara, jumlah pasien sembuh yang mengalami gejala menetap seperti mereka akan bertambah.

Elisa McCafferty, seorang pekerja asal Reading, Inggris, yang mengalami kondisi tersebut mengatakan, beberapa orang beruntung karena bisa pulih dalam beberapa pekan setelah dinyatakan positif. Namun, tidak semua seberuntung mereka.

“Bagi kami pemulihan butuh waktu yang lebih lama,” katanya, seperti dilansir Business Insider, Sabtu, 19 September 2020.

Business Insider Weekly berbicara dengan lebih dari 80 pasien COVID-19 secara online “jarak jauh”. Mereka merasakan gejala COVID-19 yang menetap dan telah berlangsung berbulan-bulan setelah mereka didiagnosis. [Foto: Business Insider Weekly]

Hector Martinez, 33 tahun, warga San Antonio, Amerika Serikat, juga menyampaikan kisahnya. Sebelum terinfeksi virus corona, ia mengaku tak memiliki masalah kesehatan mental. Sekarang, ia merasakan kecemasan dan depresi. Empat bulan setelah merasakan gejala pertama, ia masih merasa sakit, selalu merasa kelelahan dan mengalami kabut otak.

“Ada beberapa hari saya merasa bahagia tapi di beberapa hari lainnya saya merasa tidak memiliki perasaan apapun,” ujarnya.

Martinez adalah seorang tukang listrik. Namun, ketika ia kembali bekerja pada Juli lalu, anehnya dia tidak mampu mengingat bagaimana cara memasang sakelar lampu.

“Rasanya seperti saya pertama kali melakukannya. Saya menangis di perjalanan pulang dan berpikir, mengapa ini bisa terjadi padaku?” katanya.

Kini, ia hanya bisa bekerja beberapa hari dalam satu waktu dan merasa tidak aman tentang masa depannya.

Sayangnya, gejala akibat virus corona yang menetap ini masih belum menjadi perhatian serius, seperti perlombaan untuk menemukan vaksin. Namun, setidaknya beberapa dokter menyadari hal itu.

Ahli saraf Svetlana Blitshteyn, misalnya, mengatakan pernah merawat beberapa pasien dengan kasus seperti Martinez.

Beberapa pasien datang ke kliniknya dengan gejala baru seperti kelelahan, pusing, kesulitan berdiri, jantung berdebar, sesak napas, hingga tidak mampu berolahraga seperti sebelumnya.

“Atau mereka juga mengalami sakit kepala, mati rasa, gangguan tidur, masalah kognitif, serta masalah suasana hati,” ungkapnya.

Sementara ahli jantung Saiya Khan mengatakan, pasien dengan gejala kelelahan adalah salah satu gejala pasca-COVID yang sering ditemui pada pasiennya.

“Yang kami temukan adalah mereka merasa lelah luar biasa beberapa minggu atau bulan setelahnya,” kata Khan.

Sebuah studi tentang gejala virus corona yang menetap menemukan bahwa pada 87 persen pasien setidaknya mereka mengalami satu gejala menetap. Pada awal pandemi, otoritas kesehatan mengatakan bahwa pemulihan COVID-19 biasanya membutuhkan waktu sekitar dua minggu dan orang tua lebih berisiko tinggi.

Namun pada Juli, jelas bahwa 20 persen dewasa muda tanpa penyakit penyerta tetap menderita gejala, bahkan hingga tiga minggu setelah dites positif.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) kini menyadari bahwa COVID-19 dapat menyebabkan penyakit berkepanjangan.

Elissa Miolene (27), warga New York City yang pernah terinfeksi COVID-19, juga merasakannya. Ini sudah lebih dari 115 hari setelah ia dites positif, namun Elissa masih merasakan gejala-gejala yang sama.

“Bagiku, hidup saat ini adalah tentang bangun di tengah malam dan menangis karena saya merasakan sangat sakit tetapi tidak tahu kenapa,” katanya.

Elissa dulunya adalah perempuan 20 tahunan yang aktif dan sehat. Namun kini, ia harus mengandalkan terapi fisik virtual untuk mengatasi nyeri punggung dan dada yang dirasakannnya.

“Saya tidak tahu kapan saya akan lebih baik. Tidak tahu kapan saya bisa merasakan diriku sendiri lagi, atau kapan bisa melakukan hal-hal yang saya sukai lagi,” kata dia.

Sementara itu, warga asal Boise, Idaho, Amerika Serikat, Stephen Smith (64) adalah salah seorang pasien yang memiliki gejala bertahan paling aneh. Ia terkena infeksi COVID-19 pada Februari lalu setelah perjalanan dinas ke Asia. Kemudian ia merasakan demam, infeksi usus, kerontokan rambut, jempol kaki membengkak, dan sakit kepala.

Tujuh bulan kemudian, ia masih merasakan sakit. “Kau harus percaya bahwa ini serius dan berpotensi membuatmu sangat sakit, dan dalam beberapa kasus bisa membunuhmu,” kata Smith.

Ilustrasi virus corona. [Foto: NEXU Science Communications via Reuters]

Lebih dari lima bulan setelah terinfeksi dalam sebuah kapal pesiar, warga lainnya, McCafferty (48), juga masih merasakan gejala sesak napas dan sangat mudah kelelahan. Ia mengaku kesulitan naik tangga untuk pergi ke toilet tanpa kehabisan napas.

“Saya bahkan tidak bisa menaiki tangga untuk pergi ke toilet tanpa kehabisan napas,” katanya. “Ada hari di mana saya menangis tanpa alasan. Kondisi itu hanya akan membuatku marah,” ungkapnya.

Hari-hari yang sangat buruk baginya adalah ketika ia merasa sangat tidak memiliki energi. McCafferty mengaku bisa tidur selama sembilan hingga 10 jam pada malam hari, tetapi tulangnya masih terasa lelah ketika bangun. Bahkan, ia bisa jatuh jatuh pingsan.

“Kemudian otakku seperti berkabut. Saya juga bisa berada di tengah-tengah kalimat saat berbicara denga klien atau temanku, lalu saya bisa benar-benar lupa dengan apa yang saya katakan,” sambungnya.

Ketidakpastian ini sekarang menghantui ribuan orang yang bertanya-tanya apakah mereka sekarang memiliki kondisi kronis. Mereka juga kerap bertanya-tanya pada dirinya sendiri mengenai apa yang akan mereka lakukan dalam hidup dalam kondisi seperti itu.

“Jadi, setiap saya pergi tidur, saya selalu berdoa kepada Tuhan agar keesokan harinya kondisi menjadi lebih baik,” kata Martinez.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

Parti Liyani, TKI asal Nganjuk Jawa Timur Ini kalahkan Tuntutan Bos Bandara Changi Singapura

Bersihkan Ginjal dengan Konsumsi 4 Minuman Alami Ini!