in ,

Menkes Singapura: Pembatasan COVID-19 Bisa Dilonggarkan Usai Gelombang Omicron Memuncak dan Mereda

“Sejauh ini, dampak yang signifikan lebih moderat untuk varian Omicron dibandingkan dengan varian Delta,” kata Ong.

CakapCakapCakap People! Singapura bisa melonggarkan langkah-langkah manajemen aman COVID-19 setelah lonjakan Omicron saat ini telah memuncak dan mulai mereda. Demikian kata Menteri Kesehatan Ong Ye Kung pada Senin, 14 Februari 2022.

Ong menambahkan bahwa negara itu akan “terus memantau indikator-indikator utama dengan cermat untuk memastikan sistem perawatan kesehatan kita dapat mengatasi” gelombang transmisi Omicron, melansir Channel News Asia.

Hal itu diungkapkannya menanggapi pertanyaan parlemen yang diajukan oleh Anggota Parlemen Lim Biow Chuan (PAP-Mountbatten), Gerald Giam (WP-Aljunied) dan Christopher de Souza (PAP-Holland-Bukit Timah) tentang kapan tindakan COVID-19 saat ini, seperti pembatasan pada ukuran kelompok, akan dicabut.

Ilustrasi. [Foto via Pixabay]

Apakah pembatasan saat ini dilonggarkan, dan kapan dapat dicabut, tergantung pada situasi epidemi, kata Ong dalam jawaban tertulis.

“Salah satu aspeknya adalah angka infeksi harian, yaitu sekitar 10.000 kasus sehari,” katanya, seraya menambahkan bahwa dia sebelumnya telah mengindikasikan bahwa negara itu dapat mencapai hingga 15.000-20.000 kasus COVID-19 atau lebih dalam sehari.

Namun, meskipun angka-angka teratas ini menunjukkan di mana Singapura berada pada kurva epidemi, yang lebih penting adalah dampak pada tingkat keparahan penyakit dan kapasitas perawatan kesehatan, katanya.

“Sejauh ini, dampak yang signifikan lebih moderat untuk varian Omicron dibandingkan dengan varian Delta,” kata Ong.

Dia menyebutkan dua alasan untuk ini. Pertama, Omicron adalah varian yang lebih ringan daripada Delta, karena cenderung menginfeksi saluran pernapasan bagian atas. Kedua, persentase yang tinggi dari penduduk Singapura telah divaksinasi dan atau telah menerima booster.

Ilustrasi virus corona. [Foto: Reuters]

“Saat ini, kami masih mengamati perbedaan yang signifikan dalam kejadian penyakit parah antara yang sudah divaksinasi dan di-booster, dan tidak divaksinasi sepenuhnya, terutama di kalangan manula. Jadi vaksin terus membuat perbedaan besar,” katanya.

“Karena alasan ini, meski jumlah infeksi harian tinggi, sebagian besar kasus memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, dan sangat sedikit yang mengalami penyakit parah dan memerlukan suplementasi oksigen atau perawatan ICU, atau telah meninggal dunia,” katanya.

Puncak gelombang varian Delta antara akhir Oktober dan awal November tahun lalu menyebabkan sekitar 13 kematian COVID-19 sehari. Tetapi selama dua minggu terakhir, ada rata-rata dua hingga tiga kematian sehari, meskipun kasusnya tiga kali lebih banyak daripada selama gelombang Delta.

“Kita harus melihat trennya dengan cermat, tetapi untuk saat ini kasus kematian akibat varian Omicron tidak jauh berbeda dengan jumlah kematian terkait berbagai infeksi virus pra-COVID,” kata Ong.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

Ilmuwan Oxford Mempelajari Efek Varian COVID dan Vaksinasi pada Wanita Hamil

Malaysia-Filipina Sepakat Saling Mengakui Sertifikat Vaksinasi COVID-19