CakapCakap – Cakap People! Akhir-akhir ini, ketegangan antara Presiden AS ke-47 Donald Trump dan miliarder Elon Musk kian memuncak. Trump kembali mengancam untuk mendeportasi Musk, dari warga naturalisasi AS ke Afrika Selatan, negara kelahirannya, jika ia terus mengkritik RUU anggaran “One Big Beautiful Bill”.
Pernyataan itu disampaikan Trump saat berkunjung ke fasilitas ICE di Florida, dan mempertegas bahwa kebijakan subsidi kendaraan listrik yang mendukung perusahaan Musk bisa dicabut.
Alasan di Balik Ancaman Deportasi

Trump berdalih bahwa Musk “mendapat subsidi lebih banyak daripada siapa pun dalam sejarah,” dan tanpa bantuan negara, ia mungkin harus “kembali ke Afrika Selatan”.
Selain itu, Trump berencana memerintahkan Department of Government Efficiency (DOGE) — lembaga yang sempat dipimpin Musk — untuk menyelidiki jumlah subsidi yang diterima oleh Tesla dan SpaceX.
Strategi ini didesain untuk menekan posisi politik Musk dan mencegahnya menggunakan pengaruh ekonomi besar dalam konflik legislasi.
Para pakar hukum menilai, bahwa mendeportasi seorang warga negara AS—bahkan jika dinaturalisasi—dalam konteks ini melanggar Konstitusi. Trump pun sejauh ini membidik pencabutan kewarganegaraan (denaturalization) sebagai jalan tengah, meski hal ini memiliki dasar hukum yang lemah dan langka dijalankan sejak putusan Mahkamah Agung tahun 1967.
Langkah Trump banyak dikritik sebagai langkah politis yang “mengkriminalisasi oposisi.” Kolumnis Justice Malala mengatakan ini membentuk preseden berbahaya dan mengandung nada McCarthyisme – menggunakan ekspresi kekuasaan imigrasi untuk menekan lawan politik.
Dalam dinamika yang melibatkan Musk, Trump juga menangguhkan bantuan bagi Afrika Selatan dan menawarkan jalur pengungsi bagi warga Afrika Selatan kulit putih (Afrikaner), termasuk Musk jika dinihilkan kewarganegaraannya . Langkah ini memicu kontroversi politik dan diplomatik, serta menguatkan persepsi bahwa kebijakan Trump berbaur dengan narasi supremasi kulit putih dan strategi geopolitik domestik AS.
Musk sendiri bereaksi tegas. Ia mengecam rencana pencabutan subsidi dan deportasi sebagai bentuk balas dendam politik. Setelah sempat menjabat di DOGE, Musk mengundurkan diri pada Mei. Sejak itu, ia bersikap kritis terhadap RUU One Big Beautiful Bill dan mempertimbangkan pembentukan partai baru untuk menentang legislator pendukung RUU tersebut.