in ,

Biayai Pembangunan Ibu Kota Baru, Pemerintah Pertimbangkan untuk Menjual atau Menyewakan Aset Negara

Anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan ibu kota baru adalah sebesar Rp466 triliun.

CakapCakapCakap People! Pemerintah sedang mempertimbangkan sejumlah opsi untuk mengumpulkan dana untuk pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur, termasuk penjualan aset negara di Jakarta. 

The Jakarta Post melaporkan, Selasa, 1 Oktober 2019, bahwa selain penjualan aset, pemerintah juga mempertimbangkan untuk menyewakan gedung kantor milik negara di Jakarta untuk membiayai sebagian pembangunan ibu kota baru, yang akan menelan anggaran sekitar Rp 466 triliun.

“Kita bisa menggunakan aset negara atau menjualnya, tetapi pemerintah masih perlu mempertimbangkan dan memutuskan aset mana yang harus dipertahankan dan mana yang harus dijual,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat dengar pendapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta pada Rabu, 25 September 2019.

Foto udara proyek jalan tol Balikpapan-Samarinda yang melintasi wilayah Samboja di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Jalan itu akan menghubungkan Samarinda dan Balikpapan ke ibu kota baru di Kalimantan Timur. (JP / Akbar Nugroho Gumay)

Sri Mulyani mengatakan dana yang dialokasikan dari APBN akan mencapai sekitar 19 persen dari total dana yang dibutuhkan untuk pengembangan kota baru.

Sri Mulyani mengatakan aset negara dapat disewa atau dikelola dalam kemitraan dengan perusahaan swasta sehingga pemerintah akan menerima pendapatan bukan pajak yang dapat digunakan untuk membiayai sebagian pembangunan ibu kota baru.

“Kami akan memberikan [beberapa] aset negara ke pemerintah daerah dan kami dapat [juga] menukar aset kami dengan sektor swasta atau pemerintah daerah,” katanya, seraya menambahkan bahwa pemerintah juga akan menggunakan anggaran kementerian dan lembaga serta khusus mengalokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari APBN untuk membiayai ibu kota baru.

Sri Mulyani menambahkan bahwa anggaran negara akan digunakan untuk membayar instalasi negara, seperti istana presiden dan markas militer. “Kita akan perlu perencanaan lebih lanjut untuk melihat dampak fiskal dan pertukaran dalam prioritas pembangunan lainnya pada anggaran negara di masa depan.”

Ibu kota baru akan dibangun di bagian dari Kabupaten Penajam Paser Utara dan bagian dari Kabupaten Kutai Kertanegara di Kalimantan Timur. Ini akan menempati area 180.000 hektar, hampir tiga kali ukuran Jakarta.

Secara terpisah, penasihat keuangan infrastruktur Pricewaterhouse Coopers (PwC), Julian Smith menyetujui rencana pemerintah untuk mendanai sebagian pembangunan ibukota baru dengan menjual atau menyewakan gedung-gedung pemerintah di Jakarta.

“Namun, pemerintah perlu berhati-hati jika mereka berencana untuk secara bersamaan menempatkan aset negara di pasar karena permintaan [dari sektor swasta] mungkin tidak mencukupi,” katanya kepada The Jakarta Post.

Oleh karena itu, Smith menambahkan, harus ada rencana untuk menarik lebih banyak investasi di Jakarta, dengan fokus pada industri jasa, seperti dengan membuat Jakarta lebih menarik bagi wisatawan, memperluas layanan keuangan untuk mengurangi ketergantungan pada pusat keuangan terdekat dan memperluas sektor pendidikan untuk mahasiswa internasional dan peneliti. Peningkatan kegiatan ekonomi akan membantu mendorong permintaan ruang kantor.

Sementara itu, associate director Cushman dan Wakefield Indonesia untuk investasi Andi Loe menyuarakan pandangan yang berbeda dengan mengatakan bahwa permintaan untuk ruang kantor di Jakarta akan tetap tinggi meskipun tidak lagi berfungsi sebagai ibu kota.

“Jakarta akan tetap menjadi pusat keuangan negara dan pusat industri karena akan tumbuh dengan sendirinya berdasarkan ekonomi yang dapat dihasilkan kota,” kata Andi kepada Post pada hari Jumat, 27 September 2019.

“Jadi, dalam 10 tahun kami percaya akan ada permintaan yang cukup, jika pemerintah menjual atau menyewakan asetnya di Jakarta,” katanya.

Andi menambahkan bahwa pemerintah harus melibatkan sektor swasta sebanyak mungkin melalui kemitraan publik-swasta (PPP) dan melalui investasi asing swasta, tetapi dengan tidak bergantung pada negara tertentu, seperti Jepang atau Cina, sebagai sumber pendanaan.

“Ini untuk mengurangi keengganan investor swasta untuk berbagi risiko proyek antara negara dan pemangku kepentingan swasta,” katanya, seraya menambahkan bahwa strategi tersebut akan menciptakan skema kemitraan publik-swasta (PPP) dan portofolio investasi yang beragam.

THE JAKARTA POST

Comments

One Ping

  1. Pingback:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

Nissan Titan 2020, Mobil Pick-Up Model Baru dengan Bawa Penyegaran

Pensiun, Anggota DPR dan DPD Dapat Tabungan Hari Tua Rp 7,5 Miliar