CakapCakap – Cakap People! Lebih dari 7.000 anak di bawah usia lima tahun (balita) dimasukkan ke dalam program pemulihan akibat malnutrisi akut di klinik-klinik yang dikelola Unicef di Gaza hanya dalam waktu dua pekan pada bulan lalu, menurut laporan yang dikutip The Guardian, Sabtu, 6 September 2025.
Jumlah keseluruhan peserta program pemulihan pada Agustus sedang dikompilasi oleh Unicef. Meski demikian, jumlahnya diduga akan melebihi 15.000 pasien baru, lebih dari tujuh kali lipat pada Februari.

Bencana kelaparan telah diumumkan di Kota Gaza, di utara wilayah yang hancur, bulan lalu. Hanya saja, kota-kota lain yang lebih jauh di selatan “dengan cepat menyusul”, kata para pejabat dari badan tersebut.
“Di lapangan, sangat jelas bahwa orang-orang sedang kelaparan, bahwa ada bencana kelaparan yang sedang terjadi di Kota Gaza, dan Deir al-Balah serta Khan Younis [dua kota di selatan Gaza] tidak jauh tertinggal,” kata Tess Ingram, juru bicara Unicef yang telah menghabiskan beberapa hari terakhir di Kota Gaza.
Ingram mengatakan, ia telah berbicara dengan seorang ibu yang kekurangan gizi di Gaza. Dia tidak dapat menyusui bayinya yang berusia delapan bulan yang juga kekurangan gizi di sana.”Dia dan suaminya berbagi secangkir nasi sehari. Situasinya mengerikan,” tambah Ingram.
Kota Gaza, yang dulunya merupakan pusat perdagangan dan budaya yang ramai, kini menjadi sasaran serangan baru Israel yang mengancam akan menggusur jutaan atau lebih penduduknya. Para pejabat Israel menggambarkan kota itu sebagai benteng Hamas.
Militer Israel telah memerintahkan warga Palestina untuk meninggalkan kota itu ke selatan sebelum serangan. Meski demikian, penjajah tidak memberikan jadwal pasti untuk serangan tersebut, yang telah diindikasikan tidak akan diumumkan sebelumnya.
Serangan tersebut mengancam akan menggusur ratusan ribu warga Palestina yang telah melemah akibat hampir dua tahun pengeboman, malnutrisi, dan kini kelaparan. Banyak yang sebelumnya telah mengungsi. Banyak diantaranya mengungsi berulang kali. Sebagian penduduk Kota Gaza mengatakan mereka tidak akan mau lagi mengungsi.
Pada Mei, Israel melonggarkan blokade total selama dua bulan terhadap pasokan yang masuk ke Gaza, tetapi pasokan tersebut tetap tidak memadai.
Badan-badan PBB berupaya mengatasi kesulitan logistik yang besar, pembatasan Israel yang berkelanjutan, dan hambatan birokrasi untuk memasok sejumlah kecil dapur umum dan toko roti. Sementara itu, truk komersial swasta mengangkut beras, gula, mi instan, dan bahan makanan kering lainnya dalam jumlah terbatas. Sayuran segar langka sementara harganya mencapai 50 dolar AS (37 pound sterling) per kilogram.
“Kisahnya sama – semangkuk sehari dari dapur umum, hampir selalu lentil atau nasi, dibagi di antara keluarga, orang tua melewatkannya agar anak-anak bisa makan. Tidak ada nutrisi. Tidak ada pilihan lain – bantuan langka, dan pasar terlalu mahal,” kata Ingram.
“Sangat jelas bahwa orang-orang kelaparan, bahwa ada bencana kelaparan yang terjadi di Kota Gaza, dan Deir al-Balah serta Khan Younis tidak jauh tertinggal,” kata juru bicara Unicef.
Warga menggambarkan diri mereka dihadapkan pada “pilihan yang mustahil”: tetap tinggal di rumah-rumah darurat di Kota Gaza dan berharap selamat dari kemungkinan serangan Israel atau mengungsi ke wilayah pesisir yang sangat padat penduduknya, di mana hanya ada sedikit ruang dan hampir tidak ada layanan, pasokan air, atau layanan kesehatan.
Para pekerja bantuan di al-Mawasi, zona pesisir utama yang ditetapkan Israel bagi mereka yang mengungsi dari Kota Gaza, mengatakan ratusan ribu orang yang terlantar telah memadati bukit pasir dan ladang-ladangnya. Sepetak lahan seukuran tenda di lahan kosong mana pun berharga setara dengan 300 dolar AS per bulan dan hanya ada sedikit ruang untuk para pendatang baru.
“Pasokan air tidak mencukupi, tenda dan tempat penampungan sangat rapuh, tidak ada tempat pembuangan sampah atau limbah padat, tidak ada tempat berteduh, dan tidak ada ruang untuk orang lain… Bahkan saat ini, tempat ini sama sekali tidak layak huni,” kata seorang pekerja bantuan di al-Mawasi.
Para pejabat Israel menyalahkan PBB karena gagal mendistribusikan bantuan dan telah berulang kali mengklaim Hamas mencuri sebagian besar bantuan tersebut, meskipun sebuah laporan internal pemerintah AS menyatakan hal ini tidak benar.
Bulan lalu, Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC), sebuah organisasi yang diakui secara global yang mengklasifikasikan tingkat keparahan kerawanan pangan dan malnutrisi, menemukan bahwa tiga ambang batas utama kelaparan telah terpenuhi di Kota Gaza.