in ,

Tren Kasus COVID-19 Naik 31 Persen di Indonesia, Ini 9 Faktor Pemicunya

Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan, peningkatan ini melebihi kasus yang terjadi pada 22 Mei 2022.

CakapCakap – Jumlah kasus COVID-19 di Indonesia mengalami tren peningkatan sebesar 31 persen selama tiga pekan terakhir.

Epidemiolog dan Kementerian Kesehatan mengungkapkan, ada banyak sekali faktor yang bisa memicu hal ini terjadi.

Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan, peningkatan ini melebihi kasus yang terjadi pada 22 Mei 2022.

“Jika dilihat pada grafik kasus positif COVID-19 mingguan, terjadi kenaikan 571 atau 31 persen dari kasus tanggal 22 Mei 2022, yaitu dari 1.814 menjadi 2.385 kasus mingguan,” kata Wiku saat konferensi pers di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu, 8 Juni 2022.

Selain itu, juga terjadi peningkatan kasus aktif COVID-19 dalam empat hari terakhir sebesar 328 kasus atau 10 persen dari kasus harian pada 2 Juni 2022, yakni 3.105 menjadi 3.433 kasus.

Tren Kasus COVID-19 Naik 31 Persen di Indonesia, Ini 9 Faktor Pemicunya
Orang-orang yang memakai masker pelindung bersandar di tiang sambil menunggu kereta komuter di peron stasiun pada jam sibuk sore hari saat varian Omicron terus menyebar, di tengah pandemi penyakit COVID-19, di Jakarta, Senin, 3 Januari 2022. [Foto: REUTERS/Willy Kurniawan]

Faktor pemicu kasus positif COVID-19 meningkat

Berdasarkan keterangan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, ada berbagai faktor yang sangat memungkinkan terjadinya peningkatan tren kasus COVID-19 di Indonesia beberapa pekan terakhir ini.

1. Peningkatan kasus pasca lebaran Idul Fitri Mei 2022

Menkes Budi mengatakan, terjadinya kenaikan kasus saat ini merupakan efek usai lebaran Idul Fitri 1443 Hijriyah atau pada Mei 2022.

Menurut Budi, seperti yang terjadi pada dua tahun sebelumnya, kenaikan kasus biasanya terjadi pada sekitar 27-35 hari setelah lebaran.

“Lebaran kita kan kemarin 2 Mei, jadi kok enggak naik (kasus COVID-19)? Belum naik, karena kejadiannya 27-35 hari, sekarang terjadi kenaikan, itu pertama normal, setiap hari raya besar pasti ada kenaikan,” kata Budi saat ditemui di Gedung Kemenkes, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 10 Juni 2020.

Namun, ia menegaskan bahwa kenaikan tren kasus positif COVID-19 saat ini masih dalam taraf aman dibandingkan kenaikan kasus COVID-19 lebaran 2021 dan libur tahun baru 2022.

2. Deteksi dini yang rendah

Sementara itu, Dicky melihat bahwa kondisi angka kasus positif COVID-19 saat ini merupakan dampak dari deteksi dini yang sudah menurun kapasitasnya.

“Hampir terjadi di seluruh wilayah kita (Indonesia) ya,” kata Dicky kepada Kompas.com, Jumat, 10 Juni 2022.

Deteksi dini yang rendah ini, kata Dicky, ditandai dengan strategi testing yang sudah mulai pasif dilakukan.

Maksudnya, ketika ada salah satu orang yang dinyatakan positif COVID-19, petugas hanya fokus pada orang itu saja dan tidak lagi menelusuri atau melakukan testing pada orang-orang terdekatnya atau yang pernah berkontak erat dengan pasien tersebut.

3. Kesadaran masyarakat umum mulai berkurang

Selain persoalan deteksi dini, strategi testing dan tracing yang sudah rendah, Dicky menyebutkan bahwa tren peningkatkan kasus positif COVID-19 ini, juga dipicu dari faktor kesadaran individual masyarakatnya.

“Ini (tren kenaikan kasus COVID-19) juga terjadi di tengah masyarakat yang sudah mulai merasa bahwa tidak seperti sebelumnya, giat ataupun aktif dalam melakukan testing,” ujarnya.

Selain itu, kesadaran terhadap proteksi pencegahan dengan disiplin protokol kesehatan juga semakin berkurang di masyarakat.

4. Banyak kasus tidak bergejala

Faktor tren peningkatan kasus positif COVID-19 berikutnya adalah kondisi infeksi yang tidak bergejala.

“Ini juga kita harus waspadai dan sadari bahwa dalam penyebaran penyakit COVID-19, ini merupakan bagian dari fenomena gunung es,” ujarnya.

Di mana selama ini infeksi COVID-19 masih tetap berlangsung atau terjadi di masyarakat, tetapi karena kurangnya kesadaran masyarakat dan petugas untuk melakukan testing atau deteksi dini, maka penularan itu akan terus ada hingga sampai saat ini.

Menurut Dicky, kondisi kurangnya kesadaran untuk deteksi dini dan melakukan testing ini, juga didukung oleh dominasi infeksi COVID-19 yang kini tampaknya cenderung banyak menimbulkan infeksi virus tanpa gejala.

5. Imunitas dan cakupan vaksinasi rendah

Ilustrasi vaksin COVID-19 [Foto: Reuters]

Faktor risiko pemicu selanjutnya adalah imunitas tubuh dan vaksinasi dosis ketiga atau booster yang masih rendah cakupannya.

Berdasarkan keterangan resmi laporan vaksinasi COVID-19 nasional di laman Kemenkes, total vaksinasi dosis ketiga saat ini baru sekitar 22.79 persen atau 47.459.352 jiwa.

Dicky mengingatka,n bahwa menjaga dan meningkatkan imunitas tubuh menjadi hal yang sangat penting dalam hal menghindari penyakit apapun, bukan hanya COVID-19 saja.

Untuk itu meningkatkan imunitas menjadi hal yang wajib dilakukan, dan saat ini masyarakat perlu meningkatkan antibodi terhadap virus penyebab COVID-19 dengan cara mendapatkan vaksinasi lengkap dosis 2 dan dosis ketiga (booster).

Sebab, proteksi imunitas bisa menurun setelah 6 bulan dosis vaksinasi pertama atau kedua diberikan.

“Ingat, masih ada banyak kelompok yang paling rawan di masyarakat kita, yaitu lansia yang belum vaksinasi dan anak di bawah 5 tahun yang belum sempat divaksin,” ujarnya.

Vaksinasi dosis lengkap ditambah dengan booster akan sangat membantu tubuh kita dalam bertahan melawan berbagai serangan virus COVID-19 yang telah banyak bermutasi, seperti Omicron penularannya masih cepat sampai saat ini, serta potensi ancaman berbagai varian lain ke depannya.

SUMBER ARTIKEL

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

BTS Puncaki Tangga Lagu iTunes di Seluruh Dunia Lewat Album Proof

BTS Puncaki Tangga Lagu iTunes di Seluruh Dunia Lewat Album Proof

Justin Bieber Didiagnosis Sindrom Ramsay Hunt, Separuh Wajahnya Lumpuh

Justin Bieber Mengidap Sindrom Ramsay Hunt, Separuh Wajahnya Lumpuh