in

300 Juta! Gadis ini Membayar Mahal Pelajaran Hidupnya

Nurul Alam Rezeki, 20 Tahun, Mahasiswi.

“Saya sedih dan sempat putus asa saat amanah sebesar itu tidak dapat saya jaga hanya karena saya terburu-buru” — Nurul Alam Rezeki, 20 Tahun, Mahasiswi.

300 juta rupiah tentu bukanlah nominal yang sedikit, namun hidup kadang mengharuskan kita berani kembali untuk memulai dan mengambil pelajaran. Tidak hanya berhenti pada sebuah titik yang bernama kekecewaan saja, terutama diri sendiri.

Nurul Alam Rezeki, seorang mahasiswi berusia 20 tahun harus rela membayar mahal pelajarannya dalam hidup. Ia harus menjalani pendewasaan dari sisi mental di usia yang sangat belia.

“Ini bermula saat Saya melihat Papa saya pulang dengan membawa komputer bersamanya. Yang bahkan Papa saya tahu bahwa dirumah tidak satupun mengetahui cara menggunakan komputer itu, kecuali beliau.” ungkap Eki, sapaan akrab mahasiswi yang tengah menempuh pendidikan semester Lima fakultas Ilmu Sosial di Universitas Negeri Makassar.

Kala itu Sang Papa mendorong keberanian Eki yang masih berusia 10 tahun untuk mulai mengutak-atik komputer milik Papanya. “Belajarlah secara otodidak, karena ilmu ini yakin saja akan sangat kau butuhkan untuk di usiamu yang akan datang.” pesan Sang Papa.

Dan benar saja gadis kelahiran tahun 1998 ini berhasil belajar secara otodidak tentang komputer hingga dirinya beranjak SMP sampai SMA. Bahkan karena kemampuannya ia sering dipercaya untuk mengajarkan, mengubah hingga memperbaiki sistem komputer saat diminta oleh temannya.

“Ketika SMA, saya berpikir untuk mengambil jurusan komputer. Itu karena Saya sudah semakin suka dengan hal itu, tapi setelah dipikir dengan keinginan saya untuk menjadi pengusaha, belajar komputer saja tidak akan cukup,” jelas Eki. Dari belajar komputer secara otodidak, ia bahkan dapat belajar bahasa Inggris, karena pengoperasian komputer identik dengan bahasa Inggris.

Berlanjut hingga kuliah, kepercayaan Sang Papa kepada Eki pun semakin bertumbuh. Perusahaan percetakan Sang Papa ikut mengikuti perkembangan zaman yang mulai serba digital dan akrab dengan penggunaan komputer. Sang Papa pun mantab memberikannya amanah untuk menginput beberapa data penting perusahaan. “Papa saya bilang ini bisa menjadi langkah awal untuk memulai karir,” kenangnya.

Hingga tibalah saat yang membuatnya tidak akan pernah lupa tentang bagaimana rasa kekecewaan atas kegagalan pertamanya. Didasari oleh kepercayaan besar Sang Papa, Eki pun bisa dengan menudah mengakses penginputan data keuangan seperti laporan tahunan, faktur dan e-billing.

“Saat itu pertama kali Papa saya memberikan amanah untuk melakukan pelelangan. Saya pikir data yang saya masukkan telah ter-input pada website pelelangan. Hingga saat saya dan Papa mengecek dengan jelas bahwa barang yang seharusnya dilelangkan dengan harga 300 juta itu tidak ter-input,” ungkapnya. Rasa gagal karena mengecewakan Sang Papa pun menghinggapi Eki.

Semua terjadi hanya karena keterburu-buruan Eki sehingga tidak melaksanakan amanah dengan baik. Akhirnya barang pelelangan tersebut yang seharusnya bernilai 300 juta harus direlakan dengan harga 300 ribu rupiah pada pedagang.

Pelajaran di masa lalu tersebut membuat Eki lebih matang berbekal dalam berusaha dan memulai lagi ke depannya. Ia telah menyadari resiko dari sebuah kelalaian dan pentingnya ketelitian dalam menjalankan amanah dengan baik. [Vania Ismail]

Kepercayaan dan amanah adalah mata uang yang sangat mahal, tidak diberikan kepada semua orang. Maka jagalah dengan baik.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

Terungkap! Inilah Deret Fakta Mencengangkan Atlet Tertua Asian Games 2018

Cinta Bersemi di Asian Games 2018 Pasangan Ini Raih Emas