in ,

Trump Dipaksa Kembalikan Dana Kampanye Lebih dari Rp 1,77 Triliun Kepada Para Pendonor, Ini Sebabnya!

Juru bicara Trump membantah klaim penipuan tersebut

CakapCakapCakap People! Donald Trump dikabarkan telah dipaksa untuk mengembalikan dana kampanye pilpres 2020 senilai lebih dari 122 juta dolar AS, atau Rp 1,77 triliun kepada para pendonor setelah mereka tanpa sadar telah mendaftar untuk sumbangan berulang.

Para pendonor yang telah menyumbang untuk kampanye pilpres AS 2020 itu menuduh Trump sengaja menipu mereka untuk memberikan lebih banyak uang daripada yang mereka kira.

Pada tahun 2020, kubu Trump mengadakan kampanye online dengan perusahaan nirlaba WinRed yang meminta sumbangan kepada para pendukungnya. Para pendonor yang mengira hanya akan memberikan sumbangan sebanyak satu kali tetapi sebenarnya uang mereka telah diambil dari rekening mereka setiap minggu hingga hari pemilihan.

Donasi berulang membengkak untuk pundi-pundi kampanye mantan Presiden Donald J. Trump pada bulan September hingga Oktober 2021, saat keuangan operasinya memburuk. [Foto: Doug Mills / The New York Times]

Temuan tersebut telah terungkap dalam investigasi The New York Times yang dirilis pada Sabtu, 3 April 2021, yang mengatakan bahwa para pendonor harus melewati penafian yang dicetak halus dan secara manual mencentang kotak yang menyetujui untuk memberikan sumbangan berulang.

Investigasi meninjau pengajuan dengan Federal Election Commission dan situs pemrosesan donasi.

Saat pemilu semakin dekat, kampanye Trump semakin meningkatkan donasi dengan memperkenalkan penafian kedua, yang jika tidak dicentang, akan menggandakan donasi seseorang.

Seorang pengguna — desainer berpengalaman dari London, Harry Brignull, mengatakan kepada The New York Times bahwa teknik Trump adalah ‘desain menipu’ yang klasik. “Seharusnya ada di textbooks tentang apa yang tidak boleh Anda lakukan,” katanya.

Di antara sebagian besar donor, ada pola yang sama; mereka bermaksud untuk menyumbang sekali atau dua kali, tetapi kemudian mereka mengetahui melalui laporan bank bahwa mereka telah berulang kali memberikan sumbangan.

Ketika para pendonor mengetahui apa yang terjadi, kemudian mengajukan klaim penipuan dengan bank mereka, dan kampanye tersebut terpaksa mengeluarkan pengembalian dana kepada para pendonor dengan jumlah total lebih dari 122 juta dolar AS atau Rp 1,77 triliun.

Victor Amelino, 78 tahun, dari California, memberikan sumbangan sebesar 990 dolar AS, atau Rp 14,37 juta melalui WinRed.

“Dasar bandit!”, katanya kepada The New York Times.

“Saya lelah. Saya tidak mampu membayar semua uang sialan itu.”

FILE FOTO: Donald Trump [saat masih menjabat sebagai Presiden AS] memegang topi ‘Make America Great Again’ saat tiba untuk naik Air Force One saat ia berangkat dari Florida untuk perjalanan kampanye ke North Carolina, Pennsylvania, Michigan dan Wisconsin di Bandara Internasional Miami di Miami, Florida, AS, 2 November 2020. [Foto: REUTERS / Carlos Barria / File Foto]

Juru bicara Trump membantah klaim penipuan tersebut, mengatakan kepada The New York Post bahwa hanya 0,87% dari transaksi WinRed yang tunduk pada sengketa kartu kredit formal.

“Fakta bahwa kami memiliki tingkat perselisihan kurang dari 1% dari total donasi meskipun mengumpulkan lebih banyak uang akar rumput [para pendukung] daripada kampanye manapun dalam sejarah adalah luar biasa,” kata Jason Miller.

Donasi untuk kampanye Trump meningkat setelah hari pemilihan. Sesuai angka yang dirilis oleh timnya pada awal Desember 2020, mantan presiden itu mengumpulkan lebih dari 207 juta dolar AS, atau Rp 3 triliun, setelah surat suara diberikan.

Sebagai perbandingan, kampanye Biden for President yang berturut-turut mengumpulkan 1.044.000.000 dolar AS, atau Rp 14,5 triliun dan mengembalikan sebesar 21 juta dolar AS, atau Rp 304 miliar, melansir Unilad.co.uk.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

Walt Disney Pernah Menculik Presiden Richard Nixon Secara Tidak Sengaja

Lebih dari 75 Orang Tewas Akibat Banjir di Kabupaten Flores Timur, Indonesia dan Timor Leste