in ,

Pejabat WHO: Orang tanpa Gejala, Jarang Tularkan Virus Corona

Pra-gejala mengacu pada tahap awal suatu penyakit sebelum gejala berkembang. Sedangkan asimtomatis mungkin merujuk pada tidak adanya gejala selama infeksi.

CakapCakapCakap People! Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pasien COVID-19 tanpa gejala atau asimtomatis tampaknya langka dan jarang menularkan virus yang menginfeksinya kepada orang lain. Namun, WHO masih terus mempelajari hal tersebut.

“Dari data yang kami miliki, tampaknya masih jarang bahwa orang tanpa gejala (OTG) benar-benar mentransmisikan (virus) ke individu sekunder,” kata pemimpin WHO untuk respons COVID-19 Maria Van Kerkhove dalam sebuah konferensi pers virtual pada Senin, 8 Juni 2020.

Ilustrasi. [Foto: Times of India]

Kerkhove mengatakan, WHO memiliki sejumlah laporan dari negara-negara yang melakukan pelacakan kontak yang sangat rinci. Mereka mengikuti kasus tanpa gejala, mereka mengikuti kontak, dan mereka tidak menemukan transmisi sekunder.

“Ini sangat jarang dan banyak dari itu tidak diterbitkan di literatur,” ungkapnya.

Kendati demikian, WHO terus mempelajari data tersebut dan berupaya memperoleh lebih banyak informasi dari berbagai negara guna menjawab pertanyaan tersebut. Namun, Kerkhove menjelaskan bahwa orang atau pasien tanpa gejala sering berubah menjadi kasus penyakit ringan.

“Ketika kita kembali dan kita mengatakan berapa banyak dari mereka yang benar-benar tanpa gejala, kita mengetahui bahwa banyak dari mereka memiliki penyakit yang sangat ringan,” ucapnya.

FOTO FILE: Logo terlihat di markas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss, 22 November 2017. [Foto: REUTERS / DENIS BALIBOUSE]

Spesialis penyakit menular dan profesor epidemiologi dari Yale School of Medicine Dr Manisha Juthani mengatakan, banyak orang dengan COVID-19 yang tampaknya asimtomatis, sebenarnya memiliki gejala ringan atau atipikal. Bisa pula mereka pada tahap pra-gejala.

Pra-gejala mengacu pada tahap awal suatu penyakit sebelum gejala berkembang. Sedangkan asimtomatis mungkin merujuk pada tidak adanya gejala selama infeksi.

Juthani, yang belum meninjau laporan WHO mengenai kasus asimtomatis dan penyebarannya, mengatakan bahwa temuan itu tidak selalu tidak konsisten dengan perkiraan lain mengenai bagaimana infeksi virus corona secara pra-gejala dapat terjadi. 

Ilustrasi COVID-19. [Foto: CNN]

Sebuah penelitian pada April lalu menemukan bahwa pelepasan virus, ketika seseorang mungkin dapat menulari orang lainnya, dapat dimulai dua sampai tiga hari sebelum gejala muncul.

Selain itu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (AS) memperkirakan dalam skenario perencanaan bahwa 40 persen penularan COVID-19 terjadi sebelum orang merasa sakit.

“Pasien-pasien ini tidak menunjukkan gejala. Sebaliknya mereka menyebarkan penyakit sebelum menjadj gejala. Secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan bahwa jika kita mengarantina dan mengikuti jejak orang yang bergejala, kita dapat membuat pengendalian pandemi yang signifikan,” kata Juthani, seperti dikutip laman CNN.

CNN | REPUBLIKA

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

Puluhan Ribu Penyu Hijau Bersarang Ini jadi Pemandangan yang Menakjubkan

Update COVID-19 RI [10 Juni]: Kembali Cetak Rekor, Kasus Positif Melonjak 1.241 Orang