in ,

Tak Ada dalam Istilah Kedokteran, Apa Itu Sakit Mag?

Sakit mag adalah penyakit yang cukup populer di Indonesia.

CakapCakapCakap people! Sakit mag adalah penyakit yang cukup populer di Indonesia. Kata mag sebenarnya berasal dari bahasa Belanda yang berarti lambung.

Namun, di tengah masyarakat Indonesia, istilah mag atau sakit mag seringkali digunakan ketika seseorang merasakan nyeri atau ketidaknyamanan di perut bagian atas. Dalam istilah kedokteran, sakit mag lebih dikenal sebagai dispepsia.

Dispepsia umumnya memunculkan gejala seperti nyeri atau tidak nyaman di area perut atas, mudah kenyang, mual, serta muntah. Melalui Journal of Clinical Gastroenterology, peneliti sekaligus ahli gastroenterologi Pantelis Oustamanolakis dan Jan Tack mengungkapkan, dispepsia bisa dibagi ke dalam dua kategori. Kedua kategori tersebut, yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional.

Tak Ada dalam Istilah Kedokteran, Apa Itu Sakit Mag?
Ilustrasi

Suatu kondisi bisa dikategorikan sebagai dispepsia organik bila pemeriksaan klinis dan laboratorium bisa mengidentifikasi akar masalah yang memicu timbulnya keluhan dispepsia. Sebaliknya, suatu kondisi dapat dikategorikan sebagai dispepsia fungsional bila serangkaian pemeriksaan tak menemukan adanya abnormalitas organik.

“Penyebab organik dari dispepsia adalah ulkus peptik, GERD, kanker lambung atau esofagus, gangguan pankreas atau empedu, intoleransi terhadap makanan atau obat-obatan, serta penyakit menular atau sistemik lainnya,” kata Oustamanolakis dan Tack, seperti dilansir NCBI.

Di sisi lain, Mayo Clinic mengungkapkan, penyebab pasti dari dispepsia fungsional tak diketahui. Oleh karena itu, diagnosis dispepsia fungsional kerap ditegakkan berdasarkan gejala.

Meski demikian, Mayo Clinic dan Healthline mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko atau memicu terjadinya dispepsia fungsional. Berikut ini adalah faktor-faktor tersebut:

1. Jenis kelamin wanita
2. Penggunaan obat pereda nyeri tanpa resep, seperti aspirin atau ibuprofen
3. Kebiasaan merokok
4. Kecemasan atau depresi
5. Infeksi kuman Helicobacter pylori (H pylori)
6. Stres
7. Pola makan dan gaya hidup
8. Efek samping dari obat antiperadangan nonsteroid (NSAID)
9. Sekresi asam lambung yang lebih banyak dari biasanya
10. Gangguan pada kemampuan lambung dalam mencerna makanan

Dilansir Healthline, dispepsia umumnya tak memicu komplikasi berat. Akan tetapi, kemunculan gejala dispepsia yang berat atau menetap bisa membuat penderitanya kesulitan untuk makan. Kondisi ini dapat memicu terjadinya masalah kecukupan asupan gizi.

Beberapa masalah medis yang memicu dispepsia juga dapat memicu komplikasi yang lebih berat. Sebagai contoh, GERD dapat memunculkan komplikasi, seperti striktur esofagus, stenosis pilorus, dan Barrett’s esophagus.

Mengobati Dispepsia

Ilustrasi

Beberapa obat-obatan dan perubahan gaya hidup bisa membantu meredakan atau mencegah munculnya gejala dispepsia. Terkait obat-obatan, dokter mungkin akan meresepkan obat jenis H2 receptor antagonist (H2RA) untuk mengurangi produksi asam lambung. Obat jenis proton pump inhibitor (PPI) juga dapat diberikan. PPI memiliki fungsi yang sama dengan H2RA, yaitu mengurangi asam lambung, tapi lebih kuat.

Sementara, untuk perubahan gaya hidup, salah satu yang direkomendasikan adalah menghindari beragam makanan yang bisa memicu timbulnya gejala dispepsia. Orang dengan keluhan dispepsia juga dianjurkan untuk menyantap makanan lebih perlahan dan tak berbaring setelah makan.

Sangat dianjurkan pula bagi orang-orang dengan masalah dispepsia untuk berhenti merokok atau menghindari rokok serta menjaga berat badan yang sehat. Kurangi pula asupan kafein, soda, dan alkohol. Yang tak kalah penting, stres juga perlu dikelola dengan baik, misalnya, dengan melakukan relaksasi terapi atau yoga.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

Hobi Dengar Musik Kencang? Waspadai Gangguan Tinitus di Telinga

Hobi Dengar Musik Kencang? Waspadai Gangguan Tinitus di Telinga

Penyakit Meningitis Melonjak Usai Pandemi COVID-19, Ketahui 6 Gejalanya

Penyakit Meningitis Melonjak Usai Pandemi COVID-19, Ketahui 6 Gejalanya