in ,

Supersemar 11 Maret, Awal Kejayaan Soeharto Setelah Soekarno, Jadi Presiden Selama 32 Tahun

CakapCakapCakap People! Hari Ini, 11 Maret diyakini sebagai hari dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966 atau yang dikenal dengan Supersemar.

Ketika itu, Soeharto mengaku mendapat mandat dari Presiden Soekarno untuk memulihkan keamanan negara.

Foto : Instagram @presidensoekarno

Indonesia menjadi berantakan setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) yang dikaitkan dengan Partai Komunis Indonesia. Mendapat mandat yang disebut sebagai Supersemar, Soeharto memulihkan keamanan negara. Tak hanya itu, Soeharto juga mengambil alih kepemimpinan nasional. Hari dikeluarkannya supersemar menjadi awal kejayaan Soeharto.

Setahun kemudian, Maret 1967, Soeharto ditunjuk sebagai pejabat presiden menggantikan Soekarno berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No XXXIII/1967 pada 22 Februari 1967.

Foto : Instagram @cendana_archieve

Kepemimpinan Soeharto Berakhir Setelah 32 Tahun

Kejayaan Soeharto bertahan hingga 32 tahun. Pada 11 Maret 1998, Soeharto kembali dilantik menjadi Presiden Indonesia untuk ketujuh kalinya. Saat itu, ia berpasangan dengan BJ Habibie sebagai wakil presiden.

Hanya dua bulan setelah dilantik, Soeharto harus lengser dari kepemimpinannya. Indonesia dilanda sejumlah permasalahan, salah satunya krisis ekonomi sehingga masyarakat bergejolak. Protes keras dilakukan oleh mahasiswa dan aktivis demokrasi.

Demonstrasi besar-besaran terjadi karena menentang pengangkatan kembali Soeharto menjadi presiden. Kepemimpinan Soeharto selama 32 tahun berakhir. Ia menyerahkan mandatnya kepada BJ Habibie.

Kata-kata Soeharto untuk Benny

Karir militer Benny Moerdani dapat dikatakan moncer hingga mampu mencapai posisi Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Panglima ABRI) saat zaman Orde Baru.

Hubungan Benny Moerdani dengan Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Presiden ke-2 Republik Indonesia sangat erat.

Christianto Wibisono, mantan jurnalis dan pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia, sempat menyebut Benny Moerdani sebagai anak emas Soeharto.

Namun, hubungan harmonis Benny Moerdani dan Soeharto harus retak.

Foto : Instagram @penerbitpkg

Melansir dari buku berjudul Benny Moerdani yang Belum Terungkap (2018), Soeharto mencopot Benny dari jabatannya sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Publik merasa ada keganjilan dalam pencopotan yang serba mendadak itu. Sebab, Benny diturunkan persis seminggu sebelum Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat digelar. Peralihan tongkat komando tertinggi militer sebelumnya selalu dilakukan berbarengan dengan pembentukan kabinet baru.

Rumor mengenai tersingkirnya Benny Moerdani dari lingkaran Cendana menguat setelah Soeharto membubarkan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkantib). Pasukan yang dibubarkan oleh Soeharto tersebut dipimpin oleh Benny Moerdani.

Setelah itu, Soeharto memberikan Benny Moerdani jabatan sebagai menteri Pertahanan dan Keamanan dalam Kabinet Pembangunan V. Namun, urusan Benny tak jauh-jauh dari kegiatan seremonial sementara kekuatan militer Benny semakin terkikis.

Ada yang mengatakan hubungan Soeharto dan Benny merenggang karena kabar Benny mengincar kursi wakil presiden hingga merencanakan kudeta.

Kepala Staf Sosial Politik ABRI Letjen Purnawirawan Haryoto PS mengatakan penyebab hubungan Soeharto dan Benny merenggang bukan karena dua rumor tersebut. Haryoto mengatakan hubungan dua tokoh itu merenggang karena sikap Benny yang mengkritik Soeharto.

Benny Moerdani mengingatkan Soeharto mengenai bisnis anak-anak keluarga Cendana.

“Bapake nesu banget mergo anake dipermasalahke (Bapak marah sekali karena anak-anaknya dipermasalhkan),” kata Haryoto sesaat setelah Benny wafat.

Foto : Instagram @cendana_archieve

Mantan dokter tentara dalam Operasi Mandala, Brigadir Jenderal Purnawirawan Ben Mboi sempat diceritakan oleh Benny mengenai kejadian munculnya kritikan tersebut. Saat itu, Benny Moerdani tengah menemani Soeharto bermain biliar di kediaman Cendana.

Benny memberanikan diri mengutarakan pendapatnya agar Soeharto ‘menjauhkan’ anak-anaknya dari kekuasaan.

“Ketika saya angkat masalah anak-anaknya itu, Pak Harto berhenti bermain, masuk kamar tidur, dan meninggalkan saya di kamar biliar,” ujar Benny saat bercerita kepada Ben.

Sebelum kejadian tersebut, rupanya Benny sempat menolak campur tangan anak Soeharto dalam urusan pengadaan alat utama sistem senjata ABRI. Hal tersebut diungkapkan oleh mantan asisten Benny yang enggan disebut namanya.

“Pak Benny beberapa kali menolaknya.” Menurut Jusuf Wanandi, rekan Benny dari Centre for Strategic and International Studies, pada 1980-an bisnis anak-anak Soeharto merajalela ke semua sektor.

“Semua-semuanya ingin ditataniagakan,” kata Jusuf, awal September 2014.

Foto : Instagram @cendana_archieve

Keresahan Benny terhadap bisnis anak Soeharto juga dirasakan oleh Ali Moertopo. Menteri Penerangan Kabinet Pembangunan III itu berpesan kepada Jusuf agar berbicara kepada Benny tentang anak-anak Soeharto.

“Minta dia bicara ke Pak Harto , tertibkan anak-anaknya,” kata Ali yang ditirukan Jusuf.

Bahkan, Benny sempat menahan paspor, putra Soeharto, Sigit Harjojudanto. Tujuannya agar Sigit tak bisa lagi ke luar negeri untuk berjudi.

Saat Benny Meordani terbaring di kasur perawatan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Soeharto menjenguknya. Soeharto mengucapkan kata-kata yang nyaris tak terdengar sembari matanya berkaca-kaca.

“Kowe pancen sing bener, Ben. Nek aku manut nasihatmu, ora koyo ngene (Kamu memang yang benar, Ben. Seandainya aku menuruti nasihatmu, tak akan speerti ini),” kata Soeharto seperti yang ditirukan oleh asisten Benny yang berada di ruang perawatan.

Dua hari setelah kunjungan tersebut, Benny Moerdani menghembuskan napas terakhirnya.

Source : Tribun Jabar

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

Malas Olahraga? Coba Lakukan Aktivitas Fisik Sederhana Ini!

Keren! Cakapcakap.com Satu-satunya Startup Digital Media Online Terpilih di Regional Investment Forum (RIF) 2019