in ,

Ibu Kota Baru Nanti Hanya Akan Dihuni 1,5 Juta Jiwa

Pada 2024, dia memperkirakan ada sekitar 205.000 penduduk yang pindah ke ibu kota baru.

CakapCakapCakap People! Sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa ibu kota baru nanti akan pindah ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur, persiapan untuk pelaksanaan pembangunan di wilayah tersebut terus dilakukan, termasuk berapa jumlah penduduk yang bakal menempati ibu kota baru nantinya.

Pembangunan ibu kota Indonesia baru di Provinsi Kalimantan Timur diperkirakan memindahkan 1,5 juta penduduk dalam 5 hingga 10 tahun. Hal itu diungkapkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di Jakarta pada Rabu, 18 September 2019.

View this post on Instagram

Kenapa ibu kota harus pindah? Jakarta saat ini menyangga beban yang sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa. Bahkan, sebagai lokasi bandar udara dan pelabuhan laut terbesar di Indonesia. Kemacetan lalu lintas yang sudah terlanjur parah, polusi udara dan air kota ini harus segera kita tangani. Ini bukan kesalahan Pemprov DKI Jakarta. Bukan. Ini karena besarnya beban yang diberikan perekonomian Indonesia kepada Pulau Jawa dan kepada Jakarta. Kesenjangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa yang terus meningkat, meski sejak 2001 sudah dilakukan otonomi daerah. Selain itu, beban Pulau Jawa juga semakin berat. Penduduknya sudah 150 juta atau 54 persen dari total penduduk Indonesia, dan 58 persen PDB ekonomi Indonesia itu ada di Pulau Jawa. Kita tidak bisa terus menerus membiarkan beban Jakarta dan beban Pulau Jawa yang semakin berat itu.

A post shared by Joko Widodo (@jokowi) on

Menurut Bambang, rencana penambahan penduduk tersebut didasarkan pada rencana pembangunan ibu kota yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan.

Pada 2024, dia memperkirakan ada sekitar 205.000 penduduk yang pindah ke ibu kota baru. Jumlah tersebut terdiri dari sekitar 180.000 Aparatur Sipil Negara (ASN), di antaranya PNS pusat, pejabat-pejabat di lingkungan eksekutif, legislatif, serta yudikatif dan lainnya. Sementara itu, 25.000 lainnya merupakan anggota TNI dan Polri.

Bambang melanjutkan, dalam 5 hingga 10 tahun setelah ibu kota resmi berpindah akan ada tambahan penduduk sekitar 1,2 juta jiwa. Angka tersebut terdiri atas keluarga-keluarga dari ASN dengan asumsi dua anak per ASN sebanyak 800.000 orang dan pelaku bisnis pendukung pemerintahan seperti rumah makan, pusat perbelanjaan, dan lain lain pada kisaran 300.000 hingga 400.000 orang.

Proyeksi penambahan tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan ibu kota saat ini, DKI Jakarta yang berjumlah sekitar 10 juta jiwa.

Bambang menilai pembangunan ibu kota baru yang berfokus sebagai pusat pemerintahan patut dilakukan. Ibu kota sebuah negara tidak harus menjadi kota terbesar dan menjadi pusat seluruh kegiatan negara mulai dari pemerintahan hingga ekonomi.

Bambang mencontohkan sejumlah negara yang memisahkan pusat pemerintahan dengan kegiatan lainnya. Amerika Serikat menjadikan Washington DC sebagai pusat pemerintahan dan New York sebagai pusat ekonomi. Selain itu, Australia yang memiliki Sydney sebagai kota terbesar menjadikan Canberra sebagai pusat pemerintahan.

“Sudah saatnya Indonesia memiliki alternatif sistem-sistem kota yang beragam dan jelas,” ujarnya. Demikian seperti dilansir dari laman BISNIS, Rabu, 18 September 2019.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

Tak Ikut-ikutan Bakar Uang, Begini Cara Anterin Bersaing dengan Gojek dan Grab yang Lebih Senior

Netizen Ajukan Petisi Ubah Nama Bandara Internasional Kertajati di Majalengka Menjadi BJ Habibie