in

Budaya Sakral, Masyarakat Bugis Laksanakan Ma’Burasa’ Jelang Idul Fitri

Tradisi bernama Ma’Burasa’ ini adalah simbol silaturahmi dan kebersamaan bagi anggota keluarga dan masyarakat Bugis.

CakapCakap – Masyarakat Bugis memiliki tradisi yang sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya, jelang hari Idul Fitri. Tradisi bernama Ma’Burasa’ ini adalah simbol silaturahmi dan kebersamaan bagi anggota keluarga dan masyarakat Bugis.

Ma’burasa’ adalah istilah dalam bahasa lokal Bugis, yang berarti kegiatan membuat Burasa’. Burasa’ sendiri adalah sebuah kuliner lokal dari suku Bugis sendiri, yang terbuat dari beras dicampur santan dan diberi sedikit garam. Adonan tersebtu dibentuk sedemikian rupa dan dibungkus dengan daun pisang, dan dikat dengan pola yang khas. Setelah itu, bungkusan beras tersebut dimasak dengan cara kukus.

Tradisi Ma’Burasa’ Jelang Idul Fitri

Burasa’ bentuknya mirip lontng, tetapi cenderung agak pipih. Uniknya lagi, kuliner ini adalah salah satu kuliner khas dan wajib ada selama Hari Raya Idul Fitri. Burasa’ akan dimakan bersama dengan coto makassar, opor ayam, kari ayam, daging, dan telur.

Cakap People, sebagai tradisi yang sudah turun temurun dilakukan sejak para leluhur, Ma’Burasa’ hingga saat ini selalu dilakukan jelang Hari Raya Idul Fitri. Para warga Bugis atau Makassar akan saling bertukar Burasa’ kepada tetangga atau saudara terdekat. Jadi, hal ini bukan hanya untuk berbagi saja, tetapi justru saling bertukar. Walaupun rasanya hampir sama semua, tetapi semua warga Bugis wajib membagikan dan menerima Burasa’ tersebut dari orang lain. Keinginan untuk saling berbagi dan bertukar Burasa’ menjadi salah satu momen terindah ketika bulan suci Ramadhan berakhir.

Burasa’ Kuliner Wajib Jelang Idul Fitri di Masyarakat Bugis

Budaya ini dikenal dengan budaya yang sakral. Dulu, keluarga Bugis membuat Burasa’ di teras depan rumah dengan cara tradisional. Tetangga yang melihat aktivitas tersebut, akan menjadi bersemangat untuk melakukan hal serupa. Keindahan dan kebersamaan ini sangat berasa di seluruh perkampungan. Bahkan didalam anggota keluarga sendiri, membuat Burasa’ harus memakan waktu sekitar 8 jam, dari mempersiapkan bahan hingga mengukusnya. Dalam waktu yang tidak sebentar itu, anggota keluarga bisa saling menjalin hubungan yang erat, dan rasa kekeluargaan semakin terasa.

Lalu bagaimana dengan tradisi ini ditengah pandemi? Ma’Burasa’ akan tetap dilaksanakan dengan memperhatikan kebersihan dan juga batasan, agar tidak mengakibatkan hal negatif ditengah penyebaran virus. Tetapi walaupun demikian, kebersamaan dan kehangatan Ma’Burasa’ bisa tetap terjalin.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

Beragam Bahan Pengganti Baking Powder yang Bisa Digunakan untuk Membuat Kue Mengembang!

Bagaimana ‘New Normal’ Paska Lockdown diterapkan di Selandia Baru