in

Daeng Bau, Lima Tahun Menjadi Pemulung Sampah yang Tak Mengenal Presiden

Sudah lima tahun memulung sampah, seperti botol-botol dan plastik untuk dijual. Saya tidak tahu siapa saja calon presiden. Apa yang dikatakan orang, itulah yang saya pilih.” –Daeng Bau, 30 tahun, pemulung sampah-

CakapCakapMenyusuri jalan-jalan di kota Makassar, menantang matahari, tak peduli kemacetan, ia bersemangat mendorong gerobak becaknya di tengah lalu lalang kendaraan yang melintas di ruas jalan Hertasning, Makassar. Dialah Daeng Bau, ditemani oleh sang anak perempuan kecilnya yang tampak telah lelah sore itu.

Daeng Bau bersama anaknya saat melintas di Jalan Hertasning, Makassar. (Foto: Muizzu Khaidir/CakapCakap)

Gerobak becak yang setia didorongnya itulah, tempat Daeng Bau menampung segala jenis botol bekas dan plastik-plastik bekas yang telah dipungutnya selama seharian. Di saat orang lain menganggap botol dan plastik adalah sampah, namun baginya, sampah-sampah itu sangat bernilai bagi kehidupannya sebagai seorang pemulung sampah.

Foto: Muizzu Khaidir/CakapCakap

Dari jerih payahnya, Daeng Bau memperoleh penghasilan Rp200 ribu setiap bulan. Penghasilan tersebut tergantung seberapa banyak botol dan plastik yang dikumpulkannya, kemudian baru bisa dijual sebulan sekali. 

Daeng Bau tak pernah mengeluhkan penghasilannya. Ia selalu mensyukuri berapapun rejeki yang didapatkannya. Berprofesi sama, suami Daeng Bau pun hanya bisa menghasilkan Rp200 ribu setiap bulannya.

Foto: Muizzu Khaidir/CakapCakap

“Yang penting halal. Meski sedikit, yang penting halal. Cukup nggak cukup tetap mensyukuri berapapun itu,” ucap Daeng Bau saat bertemu Cakap Team di Jalan Hertasning, Makassar.

Ibu dengan tiga anak ini menjejakkan langkah demi langkah di jalanan kota Makassar untuk memulai aktivitasnya pada pagi hari hingga tengah hari. Kemudian ia kembali lagi ke jalanan lewat tengah hari sampai jelang magrib. Jalan Hertasning, Makassar adalah wilayah yang sering disusuri oleh Daeng Bau.

Foto: Muizzu Khaidir

Wajah Daeng Bau yang sering terbakar oleh panas matahari, tak menyurutkan langkah kaki yang berbalut sandal jepit kusam, menajamkan pandangan dan memungut botol dan plastik sebagai sumber kehidupannya bersama keluarga. Bahkan, ia pernah diusir saat akan mengambil botol-botol bekas minuman di sebuah sekolah. 

Lima tahun menjalani profesi sebagai pemulung, berjuang agar dapur tetap mengepul, membuat Daeng Bau nyaris tak mengenal siapa presidennya. Bahkan, ia pun tak mengenal siapa saja calon presiden dan wakil presiden pada pemilu 2019.

Anak Daeng Bau sedang menerima bingkisan dari dermawan yang melintas diJalan Hertasning, Makassar. (Foto: Muizzu Khaidir/CakapCakap)

“Sudah lima tahun memulung sampah, seperti botol-botol dan plastik untuk dijual. Saya tidak tahu siapa saja calon presiden. Apa yang dikatakan orang, itulah yang akan saya pilih,” ujar wanita asal Jeneponto, Sulawesi Selatan ini.

Daeng Bau yang tak pernah malu untuk menunggu plastik dan botol dari sampah para pedagang ini juga mengaku tak mendapat undangan mencoblos di tempat tinggalnya yang baru. Namun, ia pernah mendapat undangan mencoblos pada saat tinggal di alamat sebelumnya.

Daeng Bau tampak sumringah menerima bingkisan beras dari pengendara jalan. (Foto: Muizzu Khaidir/CakapCakap)

Disela-sela berbincang dengan Cakap Team, Daeng Bau mendapatkan bantuan beras dari seseorang yang menepikan mobilnya di jalan Hertasning. Wajahnya terlihat gembira menerima bantuan beras yang pertama kalinya diterima sore itu.

Daeng Bau hanyalah satu dari sekian banyak potret wajah Indonesia yang memiliki harapan besar terhadap pemimpin, presiden terpilih nantinya akan mensejahterakan dan memperhatikan kehidupan mereka. 

•Jurnalis: Muh. Resky Ariansyah

Comments

One Ping

  1. Pingback:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Loading…

0

Comments

0 comments

Pemilu Pertama di Indonesia, Beginilah Potret Bilik Suara dan Kertas Suara Pemilu 1955

Leher Sakit Akibat Terlalu Lama di Depan Komputer? Atasi dengan Cara Berikut!